Bisnis.com, BADUNG — Sejumlah ekonom memperkirakan neraca perdagangan Indonesia masih akan mengalami surplus pada kisaran US$4,5 miliar—US$4,7 miliar pada Oktober 2022.
Ekonom Bank Permata Josua Pardede menyampaikan, neraca dagang pada Oktober 2022 diramal surplus sekitar US$4,54 miliar, susut dari bulan sebelumnya yang tercatat sebesar US$4,99 miliar.
Adapun kinerja ekspor pada Oktober 2022 diramal tumbuh 11,74 persen (year-on-year/yoy), sementara kinerja impor diprediksi tumbuh 23,62 persen yoy.
Josua menyebut, kinerja ekspor pada Oktober diprediksi tetap solid meskipun sedikit lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya.
“Ini dipengaruhi oleh penurunan harga komoditas ekspor seperti CPO -0,5 persen [month-to-month/mtm], batubara -11,1 persen mtm, karet alam -2,9 persen mtm, nikel -3,2 persen mtm, dan iron ore -6 persen mtm,” kata Josua kepada Bisnis, Selasa (14/11/2022).
Selain itu, lanjut dia, terdapat potensi penurunan volume ekspor. Ini terindikasi dari penurunan aktivitas manufaktur dari mitra dagang utama Indonesia seperti Uni Eropa dan AS.
Baca Juga
Dari sisi impor pada Oktober diprediksi meningkat dari bulan sebelumnya dipengaruhi oleh peningkatan harga minyak mentah 3 persen mtm.
“Meskipun aktivitas manufaktur domestik cenderung melandai namun tetap dalam level yang ekspansif,” ujarnya.
Sementara itu, Ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan LPEM FEB UI Teuku Riefky memperkirakan neraca dagang Indonesia akan turun ke kisaran US$4,5 miliar–US$4,7 miliar.
“[Penurunan tersebut] akibat penurunan ekspor dari normalisasi harga komoditas dan peningkatan nilai impor akibat depresiasi nilai tukar,” pungkasnya.
Terpisah, ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman memperkirakan neraca perdagangan Indonesia menyusut menjadi US$4,42 miliar lantaran aktivitas perdagangan global yang melemah dan meningkatnya risiko resesi global. “Kami memperkirakan neraca perdagangan Indonesia turun menjadi US$4,42 miliar pada Oktober 2022 dari US$4,99 miliar pada September 2022,” kata Faisal dalam keterangan resmi, dikutip Senin (14/11/2022).
Lebih lanjut dia menyampaikan, ekspor diperkirakan tumbuh lebih lambat, sedangkan impor cenderung meningkat. Ekspor diprediksi tumbuh 13,85 persen yoy atau lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya yang tercatat sebesar 20,28 persen yoy.
Faisal menuturkan, penurunan harga minyak sawit, meredanya kenaikan harga batu bara, turunnya harga minyak sawit, meredanya kenaikan harga batu bara, turunnya Baltic Dry Index yang menunjukkan lemahnya volume perdagangan global, dan melambatnya PMI manufaktur di mitra dagang utama merupakan salah satu penyebab menurunnya ekspor pada Oktober 2022.