Bisnis.com, JAKARTA - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menilai kebijakan kenaikan cukai tembakau 10 persen terlalu rendah dalam upaya menurunkan pravelensi perokok di Indonesia. Kenaikan tersebut diklaim masih meguntungkan industri rokok.
Ketua YLKI Tulus Abadi mengatakan seharusnya pemerintah menaikkan setidaknya 20 persen. Dia menilai pemerintah masih belum punya nyali memotong mata rantai perokok kalangan remaja/anak dan rumah tangga miskin.
“Sebenarnya semakin tinggi persentasenya akan semakin efektif untuk melindungi konsumen dan pengendalian konsumsi rokok. Dengan angka 10 persen angka minimalis sekali. Kita ingin kenaikan itu 15-20 persen,” kata Tulus dalam konferensi pers, Senin (7/11/2022).
Tulus mengungkapkan, kebijakan cukai tersebut juga akan lebih efektif apabila pemerintah menelurkan berbagai kebijakan lainnya, seperti pelarangan iklan rokok dan pelarangan penjualan rokok ketengan.
“Selain kenaikan cukai, akan efektif kalau tidak ada larangan rokok ketengan. Dari survei lembaga, 70 persen lebih anak anak membeli rokok ketengan. Pemerintah harus punya nyali untuk memotong mata rantai remaja dan rumah tangga miskin,” ujarnya.
Selain itu, Tulus meminta agar pemerintah membuat simplifkasi atau penyederhanaan cukai. Simplifikasi cukai dinilai penting, karena akan meningkatkan potensi menggali pendapatan pemerintah lebih besar.
“Jika tanpa penyederhanaan cukai akan menguntungkan industri rokok besar,” imbuhnya.
Seperti diketahui, Presiden Joko Widodo (Jokowi) setuju tarif cukai hasil tembakau atau CHT naik menjadi rata-rata tertimbang 10 persen. Kebijakan ini diambil setelah Jokowi bersama jajarannya mengadakan rapat terbatas. Tarif cukai rokok diputuskan naik setelah pemerintah menimbang sejumlah alasan.
“Presiden telah menyetujui untuk menaikkan cukai rokok sebesar 10 persen untuk tahun 2023-2024,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani, Kamis (3/11/2022).
Menurut Sri Mulyani, kenaikan harga cukai rokok ini berbeda-beda. Tergantung golongan, yakni sigaret kretek mesin (SKM), sigaret putih mesin (SPM), dan sigaret kretek pangan (SKP).
Seperti diungkap Kemenkeu, SKM golongan I dan II akan naik rata-rata antara 11,5 hingga 11,75 persen. Lalu SPM 1 dan II naik di persentase 11 hingga 12 persen. Sedangkan SKP golongan I, II, dan III naik 5 persen.