Bisnis.com, JAKARTA - Center of Economic and Law Studies atau Celios menyebutkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia akan terdampak jika China mengalami resesi.
Direktur sekaligus Ekonom Celios Bhima Yudhistira meramal pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat turun hingga 0,3 persen di 2023.
“Jadi, yang tadinya tumbuh 5 persen mungkin hanya 4,7 persen. Itu konsekuensi kalau China betul-betul mengalami resesi ekonomi,” kata Bhima kepada Bisnis, Rabu (6/10/2022).
Mengutip data Trading Economics, Kamis (6/10/2022), pertumbuhan ekonomi pada kuartal I/2022 tercatat sebesar 4,8 persen (year-on-year/yoy). Namun, ekonomi China hanya mampu tumbuh sebesar 0,4 persen pada kuartal II/2022.
Saat ini, dunia tengah menantikan angka pertumbuhan ekonomi China di kuartal III/2022. Sebab, apabila ekonomi terbesar kedua dunia itu berkontraksi, kemungkinan terjadinya resesi global kian meningkat.
Menurut Bhima, potensi terjadinya resesi ekonomi di China jauh lebih berisiko dan lebih sistemik dampaknya terhadap ekonomi Indonesia, dibandingkan dengan inflasi atau ancaman resesi di negara-negara Barat seperti AS maupun Eropa.
“Kenapa? Karena porsi ekspor Indonesia ke China 21 persen, kemudian impor dari China dari data terakhir itu 30 persen lebih,” ujarnya.
Dengan demikian, dampaknya akan langsung terasa kepada permintaan komoditas bahan baku Indonesia yang akan diekspor ke China. Selain itu, ini juga berpengaruh terhadap nilai tukar Rupiah.
Apalagi, lanjut Bhima, China sedang menghadapi bubble (gelembung) di sektor properti yang mungkin dapat berpengaruh terhadap beberapa sektor perekonomian, misalnya, terkendalanya investasi China yang ada di Indonesia dan dari sisi pendanaan ke startup juga akan berpengaruh.
“Jadi, winter atau ancaman resesi yang ada di china ini akan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam jangka pendek. Mungkin 2023, kalau China resesi perekonomian Indonesia akan menurun sampai 0,3 persen,” pungkasnya.