Bisnis.com, JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan menagih utang para debitur hingga ke ahli waris, pelaksana wasiat, ataupun pihak yang bertanggung jawab terhadap harta peninggalan jika debitur meninggal dunia dan masih menerima pembagian harta dari pemilik utang ke negara.
Aturan tersebut tercantum dalam pasal 4 huruf f Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28/2022 tentang Pengurusan Piutang Negara oleh Panitia Pengurusan Piutang Negara (PUPN).
“Ahli waris, pelaksana wasiat, atau pihak yang mengurus harta peninggalan, yang bertanggung jawab atas Piutang Negara paling banyak sejumlah harta warisan yang belum terbagi, dalam hal Penanggung Utang telah meninggal dunia dan harta warisan belum terbagi,” bunyi pasal 4 huruf f, dikutip Jumat (16/9/2022).
Tak hanya meninggal, ahli waris juga bertanggung jawab apabila pemilik utang tidak memenuhi kewajibannya atau keberadaannya tidak diketahui.
“Dalam hal Penanggung Utang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau Penjamin Utang sebagaimana dimaksud pada ayat (21 tidak memenuhi kewajiban atau tidak diketahui lagi keberadaannya, utang dapat ditagihkan kepada Pihak yang Memperoleh Hak, termasuk kepada keluarga dalam hubungan darah ke atas, ke bawah, atau ke samping sampai derajat kedua dan suami atau istri,” tulis pasal 4 huruf h.
Kendati demikian, ahli waris hanya membayar sebesar harta warisan yang diterima jika debitur telah meninggal dunia.
Selain itu, pengampu bagi orang yang berada dalam pengampunan bertanggung jawab atas piutang negara sebesar jumlah harta orang yang berada dalam pengampunan atau seluruh utang dari penanggung utang.
Perlu diketahui, aturan tersebut juga memberikan wewenang kepada pemerintah dalam pengurusan piutang negara.
Dalam PP ini juga mengatur upaya-upaya pembatasan keperdataan atau penghentian layanan publik kepada debitur.
Misalnya, debitur yang belum menyelesaikan utangnya dibatasi akses keuangannya, tidak boleh mendapatkan kredit atau pembiayaan dari Lembaga Jasa Keuangan, pembatasan layanan keimigrasian seperti penerbitan paspor, visa, dan lainnya.
Selain itu, pembatasan layanan bea cukai dan PNBP, pembatasan perolehan surat keterangan fiskal, mengikuti lelang dan pengadaan atau mendapatkan Izin Mendirikan Bangunan (IMB), bahkan hingga pembatasan pelayanan Surat Izin Mengemudi (SIM), serta tindakan keperdataan atau layanan publik lainnya.
Pengaturan upaya-upaya tersebut diharapkan dapat menjadi alat pemaksa bagi debitur agar melaksanakan kewajiban pembayaran piutang negara.