Bisnis.com, JAKARTA - pemerintah diharapkan mempersiapkan transformasi ekonomi dan pekerjaan bagi daerah yang menyandarkan pendapatannya bersumber dari sektor batu bara.
Direktur Eksekutif IESR Fabby Tumiwa mengatakan transformasi ekonomi penting dilakukan mengingat permintaan terhadap batu bara sebagai sumber energi jangka panjang diprediksi akan menurun signifikan.
"Penurunan produksi ini harus diantisipasi karena akan berdampak pada penyerapan tenaga kerja dan juga berdampak pada pendapatan baik nasional maupun daerah penghasil batu bara," kata Fabby, Senin (11/7/2022).
IESR mengkaji bila komitmen penurunan emisi pemerintah Indonesia sejalan dengan Perjanjian Paris untuk bebas emisi pada tahun 2050, maka pada 2045 batu bara tidak digunakan dalam sistem energi di Indonesia.
Fabby menjelaskan pemutakhiran target emisi yang lebih tinggi dalam Nationally Determined Contribution (NDC) negara pengguna batu bara, seperti China, Jepang, Korea Selatan, Amerika Serikat, Uni Eropa, Afrika Selatan, dan negara lainnya, akan berdampak terhadap penurunan, bahkan penghentian pembiayaan pada proyek-proyek energi fosil.
Mengacu pada Perjanjian Paris, jika negara di dunia mengadopsi penghapusan batu bara yang lebih agresif maka pada 2030 produksi batu bara akan turun 20 persen, kemudian menjadi 60 persen pada 2040 dan 90 persen pada 2050.
Baca Juga
Menurutnya, penurunan produksi batu bara menjadi ancaman cukup serius mengingat daerah-daerah penghasil batu bara tidak punya banyak pilihan untuk alternatif ekonomi, sedangkan melakukan transformasi ekonomi pasca-penambangan batu bara memiliki waktu yang cukup panjang.
"Kegagalan melakukan transformasi ekonomi tidak hanya menyebabkan peningkatan angka pengangguran, tetapi juga akan menyebabkan daya saing ekonomi yang menurun,” paparnya.