Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menggelontorkan anggaran sebesar Rp502 triliun untuk subsidi dan kompensasi energi, serta perlindungan sosial guna mengantisipasi dampak dari gejolak harga komoditas global.
Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo menyampaikan bahwa dinamika perekonomian global akibat perang Rusia dan Ukraina yang menyebabkan lonjakan harga komoditas, baik pangan maupun energi, tidak dapat dihindari.
Oleh karena itu, pemerintah harus menambah anggaran untuk subsidi energi dan perlindungan sosial untuk menahan transmisi harga energi global ke harga di dalam negeri, serta untuk menopang daya beli masyarakat menengah ke bawah.
“Keselamatan rakyat adalah hukum tertinggi, maka apapun harus dilakukan demi menjaga supaya rakyat tidak terdampak dan tidak mengalami risiko yang merugikan. Untuk itulah kita menggunakan APBN sebagai shock absorber,” katanya, Selasa (29/6/2022).
Yustinus menjelaskan, anggaran yang dialokasikan untuk subsidi dan kompensasi energi, serta penguatan perlindungan sosial mencapai Rp502 triliun.
“Dengan harga komoditas yang meningkat dan penerimaan negara yang bertambah, kita masih mampu mengelola APBN untuk menjaga keselamatan rakyat melalui subsidi dan perlindungan sosial,” jelasnya.
Baca Juga
Dia pun mendorong Pertamina dan PLN untuk menerapkan kebijakan yang lebih mencerminkan keadilan, agar subsidi yang disalurkan tersebut menjadi tepat sasaran.
“Karena sebagian konsumen BBM adalah kelompok masyarakat mampu, maka didorong mereka menggunakan Pertamax, bukan Pertalite yang bersubsidi,” katanya.
Di samping itu, imbuhnya, pemerintah juga akan menaikkan harga listrik untuk kelompok masyarakat yang mampu, sebagai bentuk berbagi beban dengan masyarakat berpenghasilan rendah.
“Kita terus mencermati ke depan harga ICP, semoga dapat dikendalikan supaya APBN bisa dikelola semakin baik,” jelasnya.