Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah akhirnya bisa sedikit bernapas lega dalam pembangunan mass rapid transit (MRT). Pasalnya proyek ini ramai dilirik investor asing. Jepang segera menandatangani pendanaan Proyek MRT Jakarta Fase 3, setalah terlibat di Fase 1 dan Fase 2. Adapun Inggris siap menggelontorkan pendanaan 1,25 milir poundsterling atau senilai Rp22 triliun.
Ulasan tentang dukungan Jepang dan Inggris di Proyek MRT Jakarta merupakan salah satu kabar pilihan Bisnisindonesia.id. Selain itu, beragam kabar ekonomi dan bisnis yang dikemas secara mendalam dan analitik tersaji dari meja redaksi Bisnisindonesia.id.
Berikut intisari dari top 5 News Bisnisindonesia.id yang menjadi pilihan editor, Jumat (24/6/2022):
1. Jepang dan Kerajaan Inggris Lirik Proyek MRT Jakarta
Pemerintah akhirnya bisa sedikit bernapas lega dalam pembangunan mass rapid transit (MRT). Pasalnya proyek ini ramai dilirik investor asing. Jalur MRT yang telah beroperasi adalah Fase 1 jalur Lebak Bulus – Bundaran HI sepanjang 16 kilometer.
Proyek MRT Fase 2A yang membentang dari Bundaran HI hingga Kota sepanjang 5,8 kilometer masih tahap pembangunan, dengan target rampung pada koridor Bundaran HI – Harmoni, Maret 2025; dan koridor Harmoni – Kota, Agustus 2027.
MRT Jakarta juga tengah menyiapkan pengerjaan proyek pembangunan Fase 2B Kota – Ancol Barat sepanjang 6 kilometer yang ditargetkan selesai 2030. Pembangunan Fase 2A dan 2B MRT Jakarta membutuhkan pembiayaan Rp32,5 triliun.
Selain Jepang, Inggris juga menyatakan kesiapan untuk memberikan dukungan pendanaan 1,25 miliar poundsterling atau senilai Rp22 triliun untuk proyek pengembangan jaringan MRT Jakarta.
Proyek MRT Jakarta pada Fase 1 dan Fase 2 merupakan proyek yang mendapatkan dukungan pemerintah Jepang. Adapun pada Fase 3, kepastian dukungan pendanaan dari Jepang segera ditandatangani.
Selain Jepang, Inggris juga menyatakan kesiapan untuk memberikan dukungan pendanaan 1,25 milir poundsterling atau senilai Rp22 triliun untuk proyek pengembangan jaringan MRT Jakarta.
2. Belanja Produk Dalam Negeri : Besar Janji Minim Realisasi
Komitmen belanja produk dalam negeri kementerian/lembaga pemerintah, pemda, dan BUMN pada tahun ini mencapai Rp839 triliun. Menjelang akhir semester pertama 2022, janji itu baru realisasinya 26%.
Berdasarkan data Kementerian Perindustrian, realisasi belanja produk dalam negeri (PDN) oleh kementerian/lembaga, pemerintah daerah, dan BUMN mencapai Rp221,8 triliun atau sekitar 26% dari total komitmen sepanjang tahun ini senilai Rp839 triliun.
Adapun realisasi belanja PDN oleh kementerian/lembaga dan pemda mencapai Rp122,2 triliun atau hanya 23% dari total komitmen sebesar Rp542,8 triliun.
Khusus sektor BUMN, pencapaian realisasi komitmen relatif lebih tinggi. Belanja PDN dari 73 BUMN mencapai Rp99,6 triliun atau sekitar 34% dari total komitmen sebesar Rp296,2 triliun.
Guna mendukung percepatan Program Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN), pemerintah membuka etalase bagi ber-TKDN, menggelar business matching, hingga mempercepat sertifikasi produk dalam negeri.
3. Realisasi Anggaran Melambat, Pemda Pilih Parkir Dana di Bank
Realisasi anggaran pemerintah daerah mengalami perlambatan. Penggunaan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) pada Mei 2022 turun hampir 10% dibandingkan dengan capaian pada Mei 2021. Padahal, tren dana pemda yang parkir di bank kembali naik setelah sempat menurun pada April 2022 .
Pada akhir 2021, saldo dana pemda di bank tercatat Rp113,38 triliun, lalu pada Januari 2022 menjadi Rp157,97 triliun, Februari Rp183,3 triliun, Maret Rp202,3 triliun, April menurun di posisi Rp191,5 triliun, dan pada Mei kembali naik hingga Rp200,7 triliun.
Hingga Mei 2022, penggunaan APBD mencapai Rp241,15 triliun, turun 9,4% secara tahunan (year-on-year/YoY) dibandingkan dengan realisasi belanja Mei 2021 senilai Rp266,19 triliun. Sementara itu, tren dana pemda yang parkir di bank justru meningkat dari bulan-bulan sebelumnya.
Cerita soal dana pemda parkir di bank nyaris menjadi kisah klasik di Tanah Air. Bukan kali ini saja Menteri Sri Mulyani menjadi rewel soal pemanfaat dana daerah.
Pada awal 2021 Sri Mulyani mengungkapkan bahwa simpanan dana pemerintah daerah (pemda) di perbankan bertahan di atas Rp200 triliun. Sepanjang 2020 dana tersebut betah ngendon di bank hampir selama 10 bulan.
4. Dari Platform MQB, Mobil Listrik, hingga Mekatronik Masa Depan
Volkswagen merayakan 1 dasawarsa platform terlaris globalnya pada tahun ini : Matriks Transversal Modular (MQB). Dirilis pada 2012, strategi ini menjadi dasar umum bagi pengembangan beragam model, mulai dari supermini hingga mobil besar. Kini, MQB telah melahirkan lebih dari 32 juta kendaraan.
MQB adalah strategi Grup Volkswagen untuk konstruksi desain modular bersama dari mobilnya yang melintang, bermesin depan, tata letak penggerak roda depan (opsional), dan tata letak penggerak empat roda.
Selain model Volkswagen, MQB juga dipakai oleh Audi, SEAT, dan Skoda. Jetta, Cupra, dan Ford juga mencicipi platform ini. Khusus merek Volkswagen, sebanyak 20 juta unit mobil terlahir dengan platform ini.
Pada saat yang sama, filosofi matriks modular juga telah ditransfer ke dunia listrik, dengan ID, keluarga mobil yang dibangun berdasarkan MEB (matriks penggerak listrik modular).
Generasi berikutnya akan menggunakan SSP (Scalable Systems Platform), sebagai matriks teknologi listrik yang memungkinkan kendaraan untuk sepenuhnya terhubung ke ekosistemnya, dan dengan demikian meletakkan dasar untuk mengemudi sepenuhnya otomatis (Level 4).
5. Uji Nyali Presidensi G20 Turunkan Tensi Proteksionisme
Saat ini sikap proteksionisme yang dilakukan banyak negara dengan membatasi ekspornya kian mempercepat risiko krisis pangan global sementara harga hampir seluruh komoditas pangan di dalam negeri terus melambung.
Karena itu Presidensi G20 Indonesia dinilai harus mampu mengajak negara anggota G20 maupun negara observer di G20 untuk menekan ancaman krisis pangan global saat ini.
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai tantangannya adalah proteksionisme. Saat ini banyak negara sudah mengamankan stoknya di dalam negeri sehingga melakukan pembatasan ekspor.
“Ini yang harus diselesaikan di G20. Presidensi G20 seharusnya bisa melakukan upaya untuk normalisasi perdagangan," tuturnya.
Proteksionisme sangat merugikan bagi banyak negara. Misalnya saja Indonesia, yang masih 100 persen mengimpor gandum, akan sangat terdampak dengan pembatasan ekspor gandum dari India serta perang di Ukraina.