Cari berita
Bisnis.com

Konten Premium

Bisnis Plus bisnismuda Koran Bisnis Indonesia tokotbisnis Epaper Bisnis Indonesia Konten Interaktif Bisnis Indonesia Group Bisnis Grafik bisnis tv

Mendag Lutfi Bela China dari Standar Ganda Perdagangan Barat di World Economic Forum Davos

Muhammad Lutfi menilai negatif sikap dunia barat yang menerapkan standar ganda yang belakangan menyudutkan China di dalam perdagangan dunia.
Nyoman Ary Wahyudi
Nyoman Ary Wahyudi - Bisnis.com 28 Mei 2022  |  10:23 WIB
Mendag Lutfi Bela China dari Standar Ganda Perdagangan Barat di World Economic Forum Davos
Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi di sela-sela gelaran World Expo 2020 Dubai. - Bisnis/Gajah Kusumo

Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi menilai negatif sikap dunia barat yang menerapkan standar ganda yang belakangan menyudutkan China di dalam perdagangan dunia saat ini. Malahan, Lutfi turut menyesalkan, lemahnya posisi organisasi perdagangan dunia atau world trade organization (WTO) di tengah kebijakan standar ganda dalam perdagangan internasional yang didorong dunia barat.

“Ketika negara-negara yang sudah maju menerapkan standar ganda, WTO justru tidak berkutik,” kata Lutfi dalam panel diskusi World Economic Forum, Davos seperti dikutip dari siaran pers, Sabtu (28/5/2022).

Lutfi berpendapat tingginya harga komoditas dunia belakangan ini menjadi peluang bagi petani-petani di sejumlah negara besar seperti Indonesia, India, Brasil dan China untuk menikmati keuntungan lebih. Menurut dia, fenomena itu menjadi keseimbangan baru dalam perdagangan komoditas pangan dunia.

“Jangan dirusak dengan menyalahkan salah satu negara misalnya China karena posisi dagang yang kurang menguntungkan. Bahaya kalau beberapa negara maju berkelompok untuk membenarkan standar ganda,” kata Lutfi.

Standar ganda yang dimaksud Lutfi berkaitan dengan manuver negara-negara yang sudah maju untuk menyalahkan dan mengganggu perdagangan bebas dunia, ketika mereka kurang diuntungkan posisi dagangnya terhadap suatu negara tertentu, misalnya China.

Padahal, lanjut Lutfi, dahulu ketika posisi dagang mereka diuntungkan, petani di Amerika Serikat, Eropa, dan Jepang menjadi makmur. Di sisi lain, negara berkembang dipaksa membuka pasar mereka.

“Harus ada kebersamaan dan kesetaraan kesempatan dalam perdagangan bebas dunia,” kata Lutfi.

Adapun, Lutfi sempat berdebat cukup tegang dengan panelis lainnya yaitu CEO Suntory Holdings, salah satu produsen makanan dan minuman terbesar di dunia asal Jepang, Tak Miinami.

Sang CEO menyatakan pesimis dengan situasi perdagangan dunia saat ini, khususnya karena China saat ini menutup pasar mereka karena kebijakan Zero-Covid yang diterapkan Presiden China Xi Jin Ping. Sehingga China, menurut Miinami, perlu dibatasi perannya dalam perdagangan dunia.

Dominasi Perdagangan Dunia

Di sisi lain, Lutfi menyayangkan pandangan tersebut apalagi mengingat Jepang sudah merasakan menjadi negara maju. Lutfi meminta dunia mengakui fakta bahwa ketika China mulai mendominasi perdagangan dunia, dampak positifnya dapat dirasakan seluruh masyarakat dunia dengan harga barang-barang yang semakin terjangkau.

“Kami di Indonesia sangat merasakan betul manfaatnya. Apalagi Tiongkok juga menjadi sumber utama transfer teknologi bagi negara-negara berkembang saat ini,” tuturnya.

Padahal, dia mengatakan, China baru bergabung dengan WTO pada 2001 lalu. Hanya saja, manfaatnya jauh lebih terasa dibandingkan empat puluh tahun lebih sejak perdagangan dunia didominasi oleh kapitalisme Barat.

“Biarkan harga pangan tinggi saat ini menjadi sinyal agar petani dan peternak di negara-negara berkembang termasuk Indonesia meningkatkan produksi, sehingga nantinya harga akan turun dengan sendirinya karena pasokan melimpah,” kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Simak Video Pilihan di Bawah Ini :

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini, di sini :

china menteri perdagangan muhammad lutfi
Editor : Nancy Junita

Artikel Terkait



Berita Lainnya

    Berita Terkini

    back to top To top