Bisnis.com, JAKARTA – Institute of Development on Economics and Finance (Indef) menilai tingkat pengangguran yang belum kembali ke level sebelum pandemi Covid-19 terjadi lantaran masalah utama belum terselesaikan dengan baik.
Ekonom Indef Esther Sri Astuti menjelaskan terdapat tiga masalah struktural dalam pengangguran. Pertama, unskilled labor karena tingkat pendidikan tenaga kerja Indonesia rendah.
"Hanya 12 persen tenaga kerja Indonesia berpendidikan tinggi," kata Esther kepada Bisnis, Selasa (10/5/2022).
Kedua, mismatch labor dimana ada ketidakcocokan antara lapangan pekerjaan dengan tingkat pendidikan tenaga kerja Indonesia.
Lalu ketiga, kurangnya lapangan pekerjaan karena iklim usaha Indonesia kurang kompetitif dibandingkan negara lain seperti Vietnam, China, dan Malaysia.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), tingkat pengangguran pada Februari 2022 sebesar 5,83 persen, turun sebesar 0,43 persen poin dibandingkan dengan Februari 2021.
Meskipun mengalami penurunan, kondisi tersebut belum sepenuhnya pulih lantaran belum kembali pada posisi sebelum krisis yakni 4,94 persen pada Februari 2020.
Agar dapat kembali pada posisi sebelum pandemi, menurut Esther, pemerintah harus mendorong tenaga kerja Indonesia agar lebih berdaya saing dengan meningkatkan kualitas tenaga kerja. Peran dunia pendidikan juga diperlukan guna mengurangi angka pengangguran.
"Kurikulum pendidikan di Indonesia harus disesuaikan dengan kebutuhan pasar tenaga kerja," ungkapnya.
Selain itu, kata dia, perlu adanya kolaborasi antara swasta dan pemerintah. Dia mencontohkan Apple Academy, dimana masyarakat diberikan kesempatan untuk ikut pelatihan gratis selama setahun dan output-nya, membuat aplikasi di Apple Store.
"Nanti mereka yang lulus diberi kesempatan untuk kerja di perusahaan Apple," jelasnya.
Terakhir, adalah menciptakan iklim usaha yang kondusif sehingga membuka lebih banyak lapangan pekerjaan.