Bisnis.com, JAKARTA - Perusahaan pertambangan batu bara dalam negeri mulai memompa produksi komoditas tersebut seiring dengan melambungnya harga batu bara di pasar internasional.
Komoditas batu bara mencapai masa-masa keemasan seiring dengan meletusnya perang Rusia dan Ukraina. Peningkatan harga makin terasa sejak pertama kali perang pecah pada 24 Februari 2022.
Bursa ICE Newcastle memaparkan bahwa emas hitam diperdagangkan pada level US$418,75 per metrik ton pada Sabtu (5/3/2022). Harga ini menguat 48,75 poin atau 13,18 persen dibandingkan dengan perdagangan sebelumnya.
Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia mengatakan bahwa kenaikan ini berdampak positif bagi eksportir dan juga bagi pemerintah.
Situasi ini akan dimanfaatkan oleh perusahaan tambang untuk memacu peningkatan produksi tahunan. Langkah tersebut dijalankan pengusaha berdasarkan rencana kerja dan anggaran belanja (RKAB) 2022.
“Saat ini, perusahaan-perusahaan memaksimalkan produksi sesuai dng RKAB yg telah disetujui Pemerintah. Apalagi di Januari ekspor terhambat sehingga perusahaan berupaya memaksimalkan produksi,” katanya kepada Bisnis, Minggu (6/2/2022).
Perusahaan tambang batu bara sempat menghadapi tekanan larangan ekspor pada Januari 2022. Kebijakan ini diambil pemerintah akibat pasokan bara pada pembangkit listrik dalam negeri mulai kritis. Sebab itu, pada awal tahun, seluruh produksi difokuskan untuk kebutuhan domestik.
Minerba One Data Indonesia mencatat bahwa produksi batu bara pada Januari mencapai 38,07 juta ton dengan realisasi ekspor 6,11 juta ton serta domestik 12,13 juta ton. Produksi turun tipis pada Februari menjadi 35,19 juta ton. Dari jumlah ini, 6,50 juta ton diperdagangkan ke pasar dalam negeri dan 5,57 diekspor.
Namun demikian, diakuinya bahwa penguatan harga saat ini dipastikan bukan merupakan harga fundamental. Sebab itu bukan tidak mungkin euforia harga saat ini hanya berlangsung sesaat.
Di sisi lain, Hendra menyebut bahwa batu bara masih memenuhi unsur ketahanan energi. Beberapa di antaranya yakni ketersediaan cadangan yang relatif banyak atau availability. Dapat diterima dengan perkembangan teknologi rendah emisi alias acceptability. Serta mudah diakses.
“Batu bara terbukti masih sebagai sumber energi yang paling murah.” tuturnya.