Bisnis.com, JAKARTA - Sejumlah perusahaan teknologi di India harus menunda initial public offering (IPO) setelah euforia pencatatan di bursa pada tahun lalu. Hal ini dipicu oleh rontoknya valuasi emiten teknologi kelas atas yang baru terdaftar.
Dilansir Bloomberg pada Rabu (16/2/2022), sejumlah perusahaan rintisan teknologi terkemuka, termasuk Oyo Hotels dan layanan logistik Delhivery, menunda debut publik mereka, menurut orang-orang yang mengetahui situasi tersebut.
Perlu diketahui, keduanya didukung oleh investor sekelas SoftBank Group Corp., menjadikannya yang paling ditunggu-tunggu di pasar modal India.
Ekosistem startup India menghadapi ketidakpastian hanya beberapa pekan setelah menutup tahun rekor untuk IPO.
Hal ini dipicu oleh debut publik yang buruk dari perusahaan fintech Paytm, ditambah dengan pukulan dari operator e-commerce yang baru terdaftar seperti Zomato Ltd., dan Nykaa.
Hal itu membuat regulator meningkatkan pengawasan terhadap kandidat IPO yang mendorong penundaan melantai di bursa saham.
Baca Juga
"Investor tidak lagi terpikat dengan nama startup terkemuka, mereka menginginkan profitabilitas dan pengembalian, bukan sekedar kehebohan,” kata Managing Partner Orios Venture Partners Anup Jain.
Juru bicara Oyo mengatakan melalui email bahwa tindakan regulator merupakan prosedur standar perusahaan untuk meminta klarifikasi sebuah pengajuan IPO awal.
"Ahli perbankan kami seccara aktif berkomunikasi dekat dengan mereka [regulator]. Kami tidak dapat berkomentar secara spesifik," kata Delhivery menolak berkomentar.
Menurut sumber yang mengetahui hal ini, pemilik Delhivery telah menunda IPO senilai US$1 miliarnya pada tahun fiskal yang dimulai pada April.
Delhivery juga tengah mengkaji pencatatannya setelah regulator pasar modal tidak menyukai rencana penjualan sebagian besar saham oleh investor pada saat IPO. Startup logistik yang didukung oleh Carlyle Group Inc., serta SoftBank ini sebelumnya berencana untuk mencatatkan diri pada Maret.
Sementara itu, regulator tengah mengawasi Oyo terkait dengan struktur kepemilikan perusaahaan dan kerugian besarnya setelah mengajukan IPO pada tahun lalu.
Pengawas pasar modal India telah mengajukan pertanyaan tentang litigasi Oyo yang sedang bersengketa secara hukum dengan operator hostel Zostel Hospitality Pvt., yang mengklaim memiliki saham di Oyo setelah gagal meneken kesepakatan merger pada 2016.
Alhasil, perizinan draf prospektus IPO Oyo senilai US$1,2 miliar ditunda hampir 5 bulan lamanya. Padahal, Oyo didukung oleh investor mapan seperti Sequoia Capital Lightspeed Venture Partners, dan SoftBank.
Masa depan IPO di antara perusahaan teknologi kian suram ditandai dengan keluarnya investor dari emiten yang baru saja melantai di bursa.
Saham induk Paytm, One 97 Communications Ltd., anjlok 60 persen setelah mengumpulkan pendaanaan senilai US$2,5 miliar untuk IPO pada November 2021.
Hal ini memicu kemarahan investor dan kekhawatiran di kalangan regulator. Merembetnya penurunan valuasi saham teknologi di India semakin menambah kesuraman.
Mitra perusahaan ventura Lightbox yang berbasis di Mumbai, Sandeep Murthy mengatakan kekhawatiran di antara investor pasar publik meningkat setelah pertumbuhan perusahaan teknologi yang meroket dalam 2 tahun terakhir.
“Tahun lalu [pasar] dipenuhi dengan keserakahan, layaknya ada invasi alien, pasar siap menerima apa pun. Saat ini, rasa takut merayap, tetapi tunggu saja, keserakahan akan segera kembali," ujar Murthy.