Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Top 5 News Bisnisindonesia.id: Tantangan Energi Hijau hingga Aturan Baru Tekfin

Untuk dapat mencapai netral karbon pada 2060, Indonesia membutuhkan dana hingga Rp3.300—Rp3.500 triliun. 
Kapasitas pembangkit listrik tenaga panas bumi Kamojang meningkat menjadi 375 mw seiring dengan pengoperasian 7 unit pembangkit./ Bisnis - M. Ridwan
Kapasitas pembangkit listrik tenaga panas bumi Kamojang meningkat menjadi 375 mw seiring dengan pengoperasian 7 unit pembangkit./ Bisnis - M. Ridwan

Bisnis.com, JAKARTA — Ketersediaan dana menjadi isu sentral dalam upaya pemerintah untuk mengembangkan energi hijau. Sedikitnya dibutuhkan dana hingga Rp3.300—Rp3.500 triliun untuk dapat mencapai netral karbon pada 2060. 

Upaya pemerintah untuk mengakselerasi bauran energi menjadi satu dari lima berita  dan analisis yang disajikan dalam Bisnisindonesia.id edisi, Sabtu (5/2/2022).

Selain itu ada berita mengenai progres proyek tol Padang—Sicincin, agroforestri di perhutanan sosial,  cara pas untuk berbelanja emas, dan aturan baru teknologi finansial.

Berikut ini ulasan singkat kelima berita Top 5 News Bisnisindonesia.id.

1. Ketika Halang Rintang untuk Mengebut Energi Hijau Kian Menantang

Mahalnya biaya investasi untuk teknologi energi baru dan terbarukan atau EBT di Tanah Air, membuat pengembangan energi hijau itu menjadi tidak ekonomis. 

Dukungan pemerintah baik dari sisi kebijakan maupun pembiayaan diperlukan agar ambisi untuk mengakselerasi bauran energi yang bersih dalam menekan emisi karbon dapat terwujud.

Sebagai gambaran, setidaknya dibutuhkan dana hingga Rp3.300—Rp3.500 triliun untuk dapat mencapai netral karbon pada 2060. 

Untuk memensiunkan dini atau early retirement 18 PLTU di sejumlah wilayah Jawa Bali seperti yang telah dipetakan pemerintah, dibutuhkan dukungan dana tak kurang dari US$48,43 miliar.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam satu kesempatan pernah menjelaskan bahwa kebutuhan biaya untuk mengurangi emisi karbon dan melakukan transisi energi, setidaknya mencapai US$5,7 miliar per tahun. Dengan angka fantastis tersebut, anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) tidak akan cukup untuk mencapai target netral karbon.

Itu sebabnya kontribusi dari sektor swasta, baik dari dalam maupun luar negeri berupa penanaman modal di sektor energi Tanah Air sangat penting.

2. Tol Padang-Sicincin, Tersandera Pembebasan Lahan di Ranah Minang

Top 5 News Bisnisindonesia.id: Tantangan Energi Hijau hingga Aturan Baru Tekfin

Jika ada proyek jalan tol yang penyelesaiannya terlama, ruas Padang—Sicincin mungkin layak diletakkan di urutan pertama.

Jalan tol yang menjadi bagian dari jalan tol Padang—Pekanbaru ruas Bukittinggi—Padang, yang mulai dibangun pada 20 Desember 2018 tersebut hingga kini pembangunannya belum juga rampung, padahal panjangnya hanya 36 kilometer. 

Bandingkan dengan pembangunan jalan tol Terbanggi Besar—Pematang—Kayu Agung sepanjang 189,40 kilometer yang melintasi dua provinsi, Lampung dan Sumatra Selatan, hanya dibangun dalam kurun waktu 2,5 tahun. Jalan tol tersebut masih memegang rekor sebagai jalan tol terpanjang di Tanah Air dan tercepat pembangunannya.

Pembebasan lahan di Ranah Minang masih menjadi kendala lambannya penyelesaian ruas tol Padang—Sicincin. PT Hutama Karya sebagai pemegang konsesi pun harus merevisi penyelesaian proyek termasuk trase atau jalur jalan tol tersebut sehingga menjadi lebih panjang dari perkiraan semula 28 kilometer.

Dan 2024 pun menjadi target penyelesaiannya oleh salah satu BUMN karya tersebut setelah awalnya ditargetkan selesai tahun ini.

3. Agroforestri di Perhutanan Sosial Rentan Disusupi

Pada masa lalu, banyak masyarakat sekitar hutan yang sudah membuka areal untuk dijadikan lahan perkebunan kelapa sawit.

Pembukaan areal hutan tersebut tentu saja tidak berizin sehingga di banyak daerah kerap kali terjadi perambahan tak terkendali, perebutan lahan, ataupun konflik kepentingan untuk beragam penggunaan.

Seiring dengan upaya pemerintah menata pemanfaatan hutan oleh masyarakat, maka diluncurkan program perhutanan sosial sejak 2018.  Program ini memberi kesempatan bagi masyarakat sekitar hutan untuk mengajukan hak pengelolaan areal hutan kepada pemerintah. 

Terdapat tiga kategori hak hutan yang dapat diajukan yaitu hak terhadap hutan kemasyarakatan, hutan desa, dan hutan tanaman rakyat.

Hak untuk pengolahan hutan itu dapat diajukan masyarakat di atas areal yang diidentifikasi dalam peta indikatif akses kelola hutan sosial. Setelah disetujui, masyarakat bisa mengolah dan mengambil manfaat dari hutan dengan cara yang lebih ramah lingkungan. 

4. Pilih-pilih Cara Pas Belanja Emas

Awan mendung yang menghalangi pergerakan harga emas pada 2021 ternyata tak menjadi pemudar bagi beberapa perusahaan untuk memperluas akses penjualan logam mulia bagi investor ritel.

Seperti diketahui, harga emas kini bergerak di level barunya yakni US$1.800 per troy ounce setelah bergerak rendah pada 2021. Kendati demikian, sejumlah kalangan meramalkan bahwa emas masih memiliki tenaga untuk menguat. Namun, penguatan harga emas tak akan setinggi yang terealisasi pada 2020 ketika pandemi Covid-19 pertama kali terjadi.

Terlepas dari itu, kini terdapat beberapa cara untuk berinvestasi emas. Pertama, emas fisik yang dijual perusahaan seperti PT Aneka Tambang Tbk. Investor bisa membeli emas fisik dengan tambahan biaya penitipan, kecuali bila investor ingin menyimpannya sendiri.

Untuk memberi layanan kepada investor emas, PT Aneka Tambang Tbk. (ANTM) melalui anak usahanya, Emas Antam Indonesia (EAI) mengeluarkan produk emas batangan dari 0,1 gram hingga ukuran 100 gram. Produk tersebut merupakan hasil kerja sama dengan PT Hartadinata Abadi Tbk. (HRTA).

Cara lain untuk menanamkan modal melalui emas yakni dengan membeli emas fisik secara digital di pedagang emas berlisensi. Sama seperti bursa saham, perdagangan emas juga memiliki kliring yang berfungsi mencatat kepemilikan emas yang disimpan oleh pengelola simpanan.

8. Aturan Baru Tekfin: Setengah Hati Danai Usaha Kecil

Aturan baru bagi pelaku tekfin pemberi pinjaman makin jelas. Sayangnya, OJK hanya memberikan setengah hatinya bagi aspek pendanaan sektor UMKM. 

Seperti diketahui, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut bahwa pelaku usaha teknologi finansial (tekfin) pemberi pinjaman atau peer to peer (P2P) lending bisa menyalurkan dana hingga maksimal 25 persen dari total pinjaman beredar bila berasal dari pendana individu atau institusi. 

Pendanaan lebih besar yakni hingga 75 persen total pinjaman beredar bisa disalurkan oleh pendana institusi yang merupakan lembaga jasa keuangan (LJK) resmi. 

Untuk aspek itu, OJK memberikan kepastian hukum bagi sumber pendanaan perusahaan tekfin P2P lending. Pasalnya, perusahaan tekfin telah menggandeng lembaga keuangan untuk mengamankan pasokan pendanaan dengan tren meningkat sepanjang 2021.

Kendati pelaku tekfin P2P lending memiliki ruang dari sisi sumber pendanaan, ruang penyaluran pinjaman justru tak berubah. Pelaku tekfin P2P lending masih berkutat dengan penyaluran pinjaman maksimal Rp2 miliar per peminjam dana. 

Menanti Insentif PPnBM dan PPN DTP Sah, Akan Senangkan Semua?

Menteri Keuangan Sri Mulyani beberapa hari lalu menyatakan bahwa aturan mengenai aturan insentif pajak penjualan barang mewah (PPnBM) dan pajak pertambahan nilai yang ditanggung pemerintah (PPNDTP) sudah ditandatangani. Namun, peraturan menkeu (PMK) tersebut belum bisa berlaku karena belum diundangkan alias menunggu keputusan Kementerian Hukum dan HAM.

Galibnya peraturan menteri lainnya, PMK tentang insentif PPnBM dan PPNDTP ini baru sah dan mengingat setelah diudangkan dan dicatatkan di berita negara oleh Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-Undangan Kementerian Hukum dan Hak Azasi Manusia.

Di luar persoalan pengesahan secara hukum, Komite Stabilitas Sistem Keuangan menilai insentif pajak efektif mendorong pemulihan di sektor perumahan dan otomotif. Insentif PPN perumahan yang dilengkapi sejumlah relaksasi, misalnya, berhasil mendongkrak kredit perumahan hingga Rp465,55 triliun sepanjang 2021. 

Sementara itu, insentif di sektor otomotif yang disusul pelonggaran dari OJK dan Bank Indonesia menghasilkan realisasi kredit kendaraan hingga Rp97,45 triliun hingga Desember 2021.

Hal itu sedikit banyak tentu memberi pengaruh pada pergerakan perekomian yang relatif mampat sejak pandemi melanda Indonesia juga negara lainnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Zufrizal
Editor : Zufrizal
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper