Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Inflasi Asia Susul AS dan Eropa

Bank sentral di Asia mulai mengubah arah kebijakan moneternya menjadi lebih ketat seiring dengan kenaikan harga konsumen di kawasan ini, menjadi bukti bahwa inflasi telah menyebar dari Amerika Serikat dan Eropa.
Gedung bank sentral Jepang, Bank Of Japan (BOJ), di Tokyo./Bloomberg
Gedung bank sentral Jepang, Bank Of Japan (BOJ), di Tokyo./Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA - Bank sentral di negara-negara Asia mulai mengubah arah kebijakan moneternya menjadi lebih ketat seiring dengan kenaikan harga konsumen di kawasan ini, menjadi bukti bahwa inflasi telah menyebar dari Amerika Serikat dan Eropa.

Otoritas Moneter Singapura (MAS) secara tiba-tiba mengumumkan pengetatan kebijakan moneter pada Selasa (25/1/2022), sebuah langkah yang tidak biasa karena kajian kebijakan dilakukan dua kali setahun yakni pada April dan Oktober. Pengetatan dilakukan karena risiko kenaikan inflasi.

Acuan inflasi inti telah mencapai level tertinggi sejak Juli 2014. MAS juga menunjukkan adanya kenaikan harga energi dan pangan impor. Selain itu, tiket pesawat dan upah tumbuh di atas rata-rata historis di tengah pasar tenaga kerja domestik yang ketat.

MAS memperkirakan inflasi inti di kisaran 2 - 3 persen pada tahun ini, naik ketimbang 1 - 2 persen pada Oktober. Sementara itu, inflasi headline (termasuk harga pangan dan energi) diperkirakan mencapai 2,5 - 3,5 persen dari perkiraan.

Perlu diketahui, tidak seperti bank sentral lainnya, Singapura menggunakan valuta asing sebagai alat kebijakan utamanya. Untuk itu, para ekonom dan trader membuat perkiraan sendiri.

Barclays Plc., misalnya, memperkirakan pita mata uang, kebijakan bank sentral dalam menetapkan batas atas mata uang nasionalnya, akan dipusatkan kembali ke 150-200 basis poin lebih tinggi pada April, diikuti oleh kenaikan kemiringan 50 basis poin pada Oktober.

"Keputusan MAS untuk pengetatan menunjukkan bahwa pembuat kebijakan tengah waspada terhadap inflasi dan dengan demikian cenderung mendukung lebih banyak, tidak kurang, pengetatan kebijakan valutan asing [FX] dalam waktu dekat," kata ekonom Barclays termasuk Brian Tan menulis dalam sebuah catatan, seperti dikutip Bloomberg.

Adapun negara tetangganya di Asia Tenggara juga menunjukkan kenaikan indeks harga konsumen, seperti Thailand 2,1 persen pada Desember sieiring dengan kenaikan harga daging babi. Adapun negara lainnya, Malaysia (3,2 persen), Indonesia (1,8 persen) pada Desember.

Sementara itu, harga inti konsumen Australia telah melampaui target Reserve Bank of Australia (RBA) sebesar 2 - 3 persen untuk pertama kalinya sejak Juni 2014.

Ukuran rerata terpangkas tahunan (trimmed mean), ukuran yang diawasi ketat oleh pejabat RBA, naik 2,6 persen dalam 3 bulan terakhir pada 2021, melebihi perkiraan ekonom sebesar 2,3 persen, data pemerintah menunjukkan Selasa.

Dalam pidato terakhirnya pada 2021, Gubernur RBA Philip Lowe menegaskan bahwa tidak akan menaikkan suku bunga sampai inflasi benar-benar terjadi, bukan sebuah proyeksi.

Proyeksi RBA menunjukkan inflasi hanya akan mencapai titik tengah pada akhir 2023. Hal itu juga menunjukkan bahwa itu adalah waktu yang lebih mungkin untuk kenaikan suku bunga.

Namun, medan perang inflasi global telah membuat Australia merefleksikan kemacetan rantai pasok yang berkepanjangan dan kelangkaan energi.

"Bagaimanapun cara Anda melihat data, jelas bahwa inflasi telah memasuki periode baru yang lebih tinggi secara berkelanjutan," kata Ekonom Senior AMP Capital Diana Mousina.

Kendati demikian, inflasi di Australia masih jauh lebih rendah daripada AS yang menutup 2021 dengan tingkat kenaikan harga konsumen 7 persen. Hal itu menyiratkan bahwa The Fed harus jauh lebih agresif daripada RBA dalam kebijakan pengetatan untuk mencoba meredam pertumbuhan harga.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Nindya Aldila
Editor : Nancy Junita
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper