Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Indef Minta Pemerintah Siapkan Skema Kemitraan Program Vaksin Booster

Kemitraan itu misalnya, dapat terlaksana lewat pembagian fungsi impor vaksin, produksi, distribusi hingga pelayanan jasa di tengah masyarakat.
Seorang anak berada di atas gerobak saat melintasi iklan layanan masyarakat tentang imbauan vaksin di kawasan Gambir, Jakarta, Senin (3/1/2022). /Antara Foto-Indrianto Eko Suwarso-rwa.
Seorang anak berada di atas gerobak saat melintasi iklan layanan masyarakat tentang imbauan vaksin di kawasan Gambir, Jakarta, Senin (3/1/2022). /Antara Foto-Indrianto Eko Suwarso-rwa.

Bisnis.com, JAKARTA — Institute For Development of Economics and Finance (Indef) menyarankan pemerintah untuk menyiapkan regulasi berbasis kemitraan untuk mengurangi kesenjangan akses perusahaan farmasi berkaitan dengan program vaksinasi booster Covid-19 yang dimulai pada tahun ini. Alasannya, terdapat ketimpangan infrastruktur pengadaan vaksin booster di antara perusahaan farmasi dalam negeri.

Peneliti Center of Industry, Trade, and Investment Indef Ahmad Heri Firdaus menerangkan regulasi itu dapat mengamanatkan perusahaan farmasi besar untuk menggandeng mitra yang berasal dari kelas menengah atau bawah. Kemitraan pengadaan vaksin booster itu dinilai dapat membantu peningkatan kualitas industri farmasi dalam negeri.

“Untuk mengurangi ketimpangan harapannya ada kemitraan antara perusahaan besar dan menengah kecil ke bawah,” kata Heri melalui sambungan telepon, Kamis (6/1/2022).

Kemitraan itu misalnya, dapat terlaksana lewat pembagian fungsi impor vaksin, produksi, distribusi hingga pelayanan jasa di tengah masyarakat. Hanya saja, kata Heri, kemitraan program vaksin booster itu mesti diatur pemerintah lewat regulasi yang mengikat.

“Pemerintah membuat aturan itu, regulasi bagaimana yang kecil-kecil ini bisa naik level dan yang besar bisa transfer pengetahuan,” tuturnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, Gabungan Perusahaan (GP) Farmasi menyoroti pengadaan infrastruktur rantai pasok dingin atau cold chain untuk distribusi vaksin booster bakal menyita investasi yang relatif besar bagi industri farmasi dalam negeri.

Pemerintah belakangan melibatkan perusahaan farmasi swasta untuk pengadaan sebagian besar vaksin booster bagi masyarakat lewat skema non penerima bantuan iuran (PBI) yang berbayar pada awal tahun ini.

“Fasilitas rantai pasok dingin untuk vaksin sangat berbeda dan lebih mutakhir dibandingkan untuk obat. Ada industri yang sudah memiliki fasilitas tersebut namun ada juga yang belum,” kata Sekretaris Jenderal GP Farmasi Andreas Bayu Aji melalui pesan WhatsApps, Minggu (2/1/2022).

Aji mengatakan infrastruktur itu bakal berdampak signifikan dari sisi pembiayaan atau investasi menyusul rencana pelibatan perusahaan farmasi swasta dalam program vaksinasi booster tahun depan. Kendati demikian, Aji memastikan, pelaku usaha farmasi menyambut positif rencana pelibatan itu.

“Kita tidak bicara untung atau rugi dulu dalam hal ini, namun harus jelas dulu bagaimana kebijakannya nanti, baik dalam harga, pengadaan, pendistribusian bahkan sampai ke pelaksanan vaksinasinya di lapangan,” kata dia.

Hanya saja, dia meminta, pemerintah segera memberikan peraturan penjelasan terkait dengan program vaksinasi booster yang melibatkan swasta itu. Harapannya, industri farmasi dapat menyiapkan sejumlah infrastruktur yang dibutuhkan untuk mendukung program tersebut.

“Kami harapkan ada aturan yang jelas dulu, entah dalam bentuk peraturan menteri atau apapun. Kalau sudah jelas, tentu kami akan lihat bagaimana kita bisa ikut serta mensukseskan program vaksinasi booster tersebut,” tuturnya.

Adapun, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) memberi wewenang kepada perusahaan farmasi swasta untuk mengimpor vaksin booster menyusul rencana pemberian vaksin dosis ketiga kepada masyarakat tahun ini. Rencananya program vaksin booster itu bakal dimulai pada 12 Januari 2022.

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan kebutuhan vaksin booster itu mencapai 231,4 juta dosis yang akan disuntikan kepada 208,3 juta jiwa. Budi mengatakan pemerintah hanya akan menanggung pengadaan vaksin sebanyak 92,4 juta dosis lewat alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau APBN.

Pengadaan dosis vaksin lewat APBN itu diberikan kepada kelompok masyarakat lanjut usia atau Lansia sebesar 21,5 juta jiwa dan penerima bantuan iuran atau PBI non Lansia yang mencapai 61,6 juta jiwa.

“Untuk vaksinasi Lansia dan PBI non Lansia itu akan ditanggung oleh negara, sedangkan yang mandiri dan non Lansia kita akan buka agar perusahaan-perusahaan farmasi bisa mengimpor vaksinnya dan langsung dijual ke masyarakat,” kata Budi saat Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi IX DPR, Selasa (14/12/2021).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper