Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terima Presidensi G20, Ini Sejumlah Tugas Utama Indonesia yang Jadi Sorotan

Kepemimpinan Indonesia pada 2022 dapat memperkuat kerjasama Utara-Selatan, terutama kesediaan negara-negara maju untuk menyediakan US$100–150 miliar per tahun untuk adaptasi dan transisi ekonomi di negara-negara berkembang dan miskin.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat berbicara di sesi KTT G20 Roma, di Italia, Minggu (31/10/2021) - BPMI Setpres/Laily Rachev.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat berbicara di sesi KTT G20 Roma, di Italia, Minggu (31/10/2021) - BPMI Setpres/Laily Rachev.

Bisnis.com, JAKARTA — Civil 20 atau C20 Indonesia menilai bahwa terdapat sejumlah pekerjaan besar untuk mendorong pembahasan berbagai isu sebagai presidensi pertemuan G20, yang berlangsung pada tahun depan. Isu yang akan didorong mencakup ketimpangan akses kesehatan hingga persoalan ekonomi.

Civil 20 (C20) adalah wadah organisasi masyarakat sipil dari seluruh dunia untuk terlibat dengan para pemerintah di G20 dalam menghadapi isu-isu krusial.

Chair C20 Indonesia Sugeng Bahagijo menilai bahwa presidensi G20 memiliki nilai strategis untuk menentukan arah kebijakan global dari negara-negara perekonomian terbesar. Hal tersebut dapat dilakukan meskipun terdapat mekanisme konsensus atau kesepakatan seluruh anggota negara G20 dalam proses pembuatan kebijakan.

“Kepemimpinan Indonesia pada 2022 dapat memperkuat kerjasama Utara-Selatan, terutama kesediaan negara-negara maju untuk menyediakan US$100–150 miliar per tahun untuk adaptasi dan transisi ekonomi di negara-negara berkembang dan miskin,” ujar Sugeng pada Selasa (2/11/2021).

C20 Indonesia menyoroti sejumlah poin krusial dari G20 Italia yang menjadi pekerjaan rumah besar, sehingga akan memperjuangkannya kembali dalam presidensi Indonesia. Pertama, G20 belum berhasil mencapai kesepakatan untuk mewujudkan akses vaksin yang berkeadilan untuk seluruh warga dunia melalui proposal pengabaian perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) atau TRIPS waiver di WTO.

Indonesia menggarisbawahi masalah kesehatan global seperti pembiayaan kesehatan yang menjadi tantangan besar jika penanganan pandemi Covid-19 belum berjalan baik. Padahal, akses negara miskin maupun maju terhadap vaksin adalah kunci untuk segera keluar dari pandemi serta krisis ekonomi.

Kedua, isu energi dan perubahan iklim. Dalam dokumen final communiquè atau daftar kebijakan yang disepakati dalam KTT G20, tanggal spesifik penghentian pembiayaan batubara dan upaya penjagaan suhu global 1,5 derajat celcius gagal ditentukan di G20 Italia.

Indonesia menilai bahwa ketidaktegasan G20 dalam menentukan tanggal pasti menunjukan stagnasi komitmen dari para pemimpin dunia dalam menyelamatkan dunia dari bencana perubahan iklim.

C20 Indonesia berharap pertemuan perubahan iklim (COP26) yang sedang berlangsung di Glasgow, Skotlandia menjadi kesempatan untuk mendorong kembali penentuan tenggat waktu tersebut.

Ketiga, C20 Indonesia menilai bahwa sangat penting untuk mendorong pemerintah negara-negara G20 dalam meningkatkan komitmen menuju percepatan pencapaian TPB/SDGs, yang sempat mengalami kemunduran karena dampak pandemi.

Dalam KTT G20 Italia, Presiden Joko Widodo mendorong negara-negara G20 untuk mempercepat upaya pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) tahun 2030 melalui sejumlah langkah. Jokowi mendorong inisiatif debt service suspension dan tambahan alokasi special drawing rights senilai US$650 miliar.

Pemerintah Indonesia pun mendorong penguatan kemitraan global untuk membantu pendanaan dan akses teknologi bagi negara berkembang.

Lalu, upaya meningkatkan kemampuan adaptasi dan ketangguhan terhadap guncangan dan ketidakpastian masa depan, terutama di sektor kesehatan, kapasitas fiskal, serta kapasitas perencanaan dan implementasi pembangunan.

“Kami mengapresiasi dorongan Presiden dan C20 akan bekerja sama dengan masyarakat sipil global untuk menyukseskan agenda ini dalam Presidensi Indonesia”, ucap Sugeng.

Keempat, menciptakan proses dialog G20 yang tidak mengabaikan prinsip kesetaraan gender dan sosial inklusi. Menurut Sugeng, agenda pembangunan ekonomi, lingkungan hidup, pembiayaan kesehatan, dan pemulihan kualitas hidup warga di masa pandemi harus mencakup kebutuhan seluruh kelompok masyarakat, khususnya perempuan dan kelompok rentan yang kerap termarjinalkan.

Absennya keterwakilan dan ruang bagi kepemimpinan perempuan dan implementasi prinsip inklusi yang tidak serius akan berdampak pada persoalan ketimpangan pembangunan dan mempengaruhi keberhasilan agenda-agenda yang telah disusun dalam dialog G20.  

Presiden Joko Widodo telah secara resmi menerima palu estafet Presidensi G20 pada KTT G20 di Roma, Italia pada Minggu (31/10/2021). Serah terima presidensi ini mengawali kepemimpinan Indonesia atas kelompok 19 negara plus Uni Eropa yang akan dimulai pada 1 Desember 2021 hingga 31 Oktober 2022.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper