Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Perhubungan (Kemenhub) telah menerbitkan Surat Izin Usaha Angkutan Niaga Berjadwal bagi Pelita Air Services (PAS) dari yang sebelumnya hanya melayani penerbangan carter atau sewa. Hal ini seiring dengan rencana pemerintah menggantikan Garuda Indonesia (GIIA) dengan Pelita Air sebagai maskapai penerbangan BUMN berjadwal .
Dirjen Perhubungan Udara Kemenhub Novie Riyanto menjelaskan dari dokumen perizinan yang diajukan oleh Pelita, pihaknya telah menerbitkan surat izin usaha angkutan niaga berjadwal. Dengan demikian, saat ini Pelita tengah menunggu dokumen Sertifikat Operator Pesawat Udara (Air Certificate Operator/AOC) yang masih berproses.
“Kami sudah terbitkan surat izin usaha angkutan niaga berjadwal dua hari, tiga hari lalu. Tapi untuk AOC masih berproses,” katanya kepada Bisnis, Kamis (21/10/2021).
Senada, Wakil Menteri BUMN II Kartiko Wirjoatmodjo juga membenarkan bahwa Kemenhub telah memberikan lampu hijau untuk izin operasi terjadwal. Setelah itu, saat ini Pelita sedang dalam proses untuk mendapatkan izin sertifikat operator udara (Air Operator Certficate/AOC) dari Kementerian Perhubungan (Kemenhub).
Tiko, sapaan akrabnya, memperkirakan menyiapkan Pelita dari yang sebelumnya hanya melayani penerbangan sewa atau carter menjadi maskapai berjadwal membutuhkan waktu. Fokus utama yang tengah dipersiapkan adalah jenis pesawat dan seluruh operasi pendukungnya.
“Paling tidak target kami untuk Pelita [Persiapan] butuh 3 bulan,” ujarnya.
Baca Juga
Sesuai dengan peraturan perundangan, untuk mendapatkan izin usaha dan Sertifikat Operator Pesawat Udara, maskapai harus mengajukan kembali dan memenuhi persyaratan. Pemohon Izin Usaha Angkutan Udara Niaga Berjadwal dapat berbentuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), atau pun Badan hukum Indonesia yang berbentuk Perseroan Terbatas atau Koperasi, yang akan melakukan kegiatan utamanya mengoperasikan pesawat udara untuk digunakan mengangkut penumpang, kargo, dan/atau pos dengan memungut pembayaran untuk penerbangan dengan jadwal yang teratur.
Setelah memiliki izin usaha, untuk dapat mengoperasikan pesawat udara maka maskapai harus memiliki sertifikat operator pesawat udara (Air Operator Certificate) yang diberikan kepada badan hukum Indonesia yang mengoperasikan pesawat udara sipil untuk angkutan udara niaga yang dapat diberikan setelah lulus pemeriksaan dan pengujian serta pemohon mendemonstrasikan kemampuan pengoperasian pesawat udara.
Sementara itu Ketua Masyarakat Hukum Udara Andre Rahadian memperkirakan rencana pengalihan layanan oleh Pelita tersebut tidak bisa terealisasikan dalam waktu dekat. Kondisi serupa, sebutnya juga dialami oleh Lion air Group yang berencana menggantikan maskapai lamanya Lion Air dengan maskapai baru Super Air Jet. Andre menyebutkan kendati kedua maskapai berada di bawah kepemilikan yang sama tetapi prosesnya juga tidak bisa berlangsung dengan cepat.
Menurutnya, terdapat sejumlah faktor yang mesti diperhatikan bagi maskapai untuk membuka layanan berjadwal. Dimulai dari membangun jaringan, sistem penjualan yang prosesnya memakan waktu lama. Paling cepat, dia memprediksikan sejumlah proses tersebut memakan waktu satu setengah tahun. Apalagi, lanjutnya, dengan melihat kondisi pandemi saat ini tentunya prosesnya menjadi lebih panjang.
Saat ini, paparnya, tidak mudah juga bagi maskapai untuk mendatangkan pesawat dan mencari lessor yang mau menyewakan pesawatnya.
“Masih lama ya tampaknya karena Garuda kan maskapai Full Service dengan operasional dan unit dan jangkauan yang luas. Sementara Pelita selama ini lebih ke carter [sewa]. Jadi dari sii infrastrukturnya belum siap,” ujarnya.