Bisnis.com, JAKARTA – Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Oke Nurwan mengatakan bahwa usulan segmentasi pasar unggas memerlukan kajian yang komprehensif sebelum diterapkan.
Upaya pengendalian yang dilakukan sejauh ini adalah melakukan kalkulasi kebutuhan dan pasokan yang tepat, serta pengurangan populasi.
“Preferensi masyarakat yang cenderung lebih menyukai konsumsi daging ayam segar menyebabkan peternak skala besar enggan membangun cold storage dan RPHU [rumah potong hewan unggas],” kata Oke, Senin (11/10/2021).
Sejauh ini, usulan kebijakan untuk menyelesaikan masalah sektor perunggasan mencakup pengendalian importasi bibit ayam melalui larangan impor grand parent stock (GPS) untuk meminimalisir kelebihan suplai.
Pasokan berlebih saat ini dinilai terjadi akibat alokasi kuota impor GPS sebanyak 675.999 ekor pada 2020.
Meskipun realisasi kuota impor 2020 telah dikurangi sebanyak 31.001 ekor dari 2019 yang mencapai 707.000 ekor, data menunjukkan kelebihan GPS masih mencapai 53.229 ekor.
Baca Juga
“Selain itu, perlu adanya instrumen bagi pemerintah dalam melakukan intervensi melalui BUMN pada komoditas perunggasan, seperti Bulog pada komoditas beras,” tambah Oke.
Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian Nasrullah belum bisa berkomentar lebih jauh soal usulan segmentasi pasar. Dia mengatakan bahwa Kementerian Pertanian masih mempelajari tuntutan yang disuarakan peternak.
“Saya belum terima hasil lengkapnya, nanti kami akan kaji sebelum mengeluarkan pernyataan. Selain itu, alokasi impor GPS untuk 2022 belum diputuskan,” katanya.