Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah memperkirakan setoran modal konsorsium BUMN Indonesia untuk proyek Kereta Cepat Jakarta – Bandung kurang Rp4,3 triliun.
Juru Bicara Kemenkomarves Jodi Mahardi menjelaskan opsi penyertaan modal negara (PMN) perlu diambil lantaran BUMN yang menjadi sponsor proyek kereta cepat mengalami kesulitan finansial akibat Covid-19.
“PMN tidak mengatur mengenai pembiayaan pembengkakan biaya. Cost overrun masih dalam perhitungan dan tengah dinegosiasikan dengan para kontraktor, serta pihak terkait lainnya termasuk China Development Bank [CDB] sebagai kreditur,” ujarnya, Minggu (10/10/2021).
Saat ini, kepemilikan antara BUMN Indonesia (PSBI) dengan China lewat Beijing Yawan masing-masing tetap sebesar 60 persen dan 40 persen.
Kepemilikan masing-masing BUMN Indonesia setelah PMN sedang dilakukan perhitungan finalnya, yang akan merefleksikan komposisi kepemilikan saham masing2 BUMN di PSBI.
Dengan adanya pembiayaan melalui APBN ini, Jodi juga menegaskan target operasi Proyek Strategis Nasional (PSN) INI masih sesuai jadwal yaitu pada akhir 2022 atau awal 2023.
Adapun Presiden Joko Widodo telah meneken Peraturan Presiden (Perpres) No.93/2021, yang merupakan perubahan atas Perpres No.107/2015, tentang Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat Jakarta Bandung. Dalam beleid tersebut merevisi sejumlah ketentuan khususnya bahwa pembiayaan proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung dapat melalui APBN, dari sebelumnya yang tidak memperbolehkan penggunaan APBN.
Dalam aturan lama, dilihat dari sisi pembiayaan proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung, pemerintah hanya boleh bersumber dari penerbitan obligasi oleh konsorsium BUMN atau perusahaan patungan. Opsi lainnya dari pinjaman konsorsium BUMN atau perusahaan patungan dari lembaga keuangan, termasuk lembaga keuangan luar negeri atau multilateral, dan pendanaan lainnya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bunyi Pasal 4 Perpres 107 Tahun 2015 ayat 2 adalah “Pelaksanaan penugasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 tidak menggunakan dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara serta tidak mendapatkan jaminan Pemerintah."