Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Author

Prima Gandhi

Dosen Prodi Manajemen Agribisnis Sekolah Vokasi IPB University

Lihat artikel saya lainnya

OPINI: Cara Berdayakan Industri Baru

Industri baru membutuhkan paradigma baru. Memaksakan penggunaan asumsi lama hanya akan membuat mereka layu sebelum berkembang.
Presiden Joko Widodo (tiga kanan) didampingi Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia (tiga kiri), Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir (kiri), Bupati Batang Wihaji (empat kiri) dan jajaran menteri lainnya berbincang saat peninjauan Kawasan Industri Terpadu Batang dan Relokasi Investasi Asing ke Indonesia di Kedawung, Kabupaten Batang, Jawa Tengah, Selasa (30/6/2020). /ANTARA
Presiden Joko Widodo (tiga kanan) didampingi Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia (tiga kiri), Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir (kiri), Bupati Batang Wihaji (empat kiri) dan jajaran menteri lainnya berbincang saat peninjauan Kawasan Industri Terpadu Batang dan Relokasi Investasi Asing ke Indonesia di Kedawung, Kabupaten Batang, Jawa Tengah, Selasa (30/6/2020). /ANTARA

International Monetary Fund memproyeksikan ekonomi global 2022 tumbuh 4,9 persen, sedangkan Organization for Economic Cooperation and Development memperkirakan tumbuh 4,4 persen. Senada, World Bank meramalkan ekonomi global tumbuh 3,8%. Artinya, ada optimisme ekonomi global untuk bangkit.

Di Indonesia, pemerintah memperkirakan pertumbuhan ekonomi 2022 sebesar 5,2 persen—5,8 persen. Hal ini tertera dalam Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (RAPBN) Tahun 2022 yang disampaikan Presiden Joko Widodo kepada Dewan Perwakilan Rakyat pada 16 Agustus 2021. Salah satu cara untuk mewujudkan target pertumbuhan ekonomi ini adalah dengan membangun ekonomi berbasis produksi.

Dalam pidato kenegaraan saat memperingati kemerdekaan RI, Presiden Joko Widodo menggarisbawahi bahwa menciptakan ekonomi produk melalui penyediaan lapangan kerja yang berkualitas, peningkatan investasi dan memperbanyak ekspor.

Investasi yang tepat sasaran tidak hanya mampu mendongkrak pendapatan negara, tetapi dapat memperkuat perkembangan ekonomi berbasis inovasi dan teknologi.

Sejak beberapa tahun terakhir, pemerintah telah mengupayakan perbaikan iklim investasi untuk mendatangkan minat investor dan meningkatkan kinerja ekspor.

Implementasi Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) terus dikebut, salah satunya melalui peluncuran Online Single Submission (OSS) yang bertujuan mempermudah urusan perizinan, insentif, dan pajak di semua level dan jenis usaha.

Namun, regulasi turunan yang ada tidak mengusung semangat kemudahan investasi yang sama dengan UU Ciptaker, bahkan cenderung menggerus economic viability dari sebuah industri baru.

Kita lihat dua contoh industri baru yang gagal masuk atau angkat kaki dari Indonesia. Salah satunya Tesla, produsen electric vehicle yang sempat melirik Indonesia karena posisi geografi yang strategis, keberadaan sumber daya alam berupa nikel, dan tenaga kerja dengan biaya kompetitif.

Namun, Elon Musk akhirnya lebih memilih India. Langkah ini dinilai masuk akal oleh beberapa ekonom, mengingat iklim pajak mobil listrik di sana lebih baik. Begitu pula dengan baterainya, Tesla lebih memilih perusahaan tambang nikel asal Australia untuk memenuhi kebutuhan baterai kendaraan listrik karena perusahaan tambang nikel Australia lebih ramah lingkungan.

Selanjutnya, ada pula JUUL yang masuk ke Indonesia sebagai salah satu pelopor produk closed system electric cigarette, tetapi hanya bertahan 15 bulan, salah satunya disebabkan tingkat cukai yang terlampau tinggi. Hal seperti ini sangat disayangkan, mengingat besarnya potensi ekspor, investasi dan penyerapan tenaga kerja dari closed system electric cigarette.

Industri baru membutuhkan paradigma baru. Memaksakan penggunaan asumsi lama hanya akan membuat mereka layu sebelum berkembang.

Ada tiga opsi yang dapat dieksplorasi. Pertama, penerapan ‘regulatory sandbox’. Umumnya, penerimaan masyarakat terhadap industri baru masih terbatas, hal ini berimbas pada cakupan pasar yang belum luas.

Kebaruan teknologi juga membuat produk industri baru berbeda dari produk konvensional, dari segi kebutuhan tenaga kerja dan bahan baku hingga karakteristik produk yang dihasilkan.

Oleh karenanya, kerangka aturan yang sudah ada mungkin tidak tepat diterapkan pada industri baru karena bisa saja menekan potensi industri baru.

Di sisi lain, proses trial and error dalam membuat kebijakan juga bisa berdampak buruk terhadap industri secara keseluruhan.

Pendekatan regulatory sandbox dinilai tepat, di mana pemerintah, pelaku industri, akademisi, dapat merumuskan kebijakan yang tepat sasaran untuk industri baru dalam ekosistem yang aman untuk proses trial and error pembuatan kebijakan. Cara ini sudah diterapkan oleh Bank Indonesia dan OJK, utamanya dalam menyikapi perkembangan teknologi finansial yang terbilang pesat dan membutuhkan lingkup aturan baru dan tidak memberatkan industri baru.

Kedua, perlu adanya penguatan kemitraan antarpemerintah, pelaku industri, akademisi, dan tenaga kerja di dalamnya. Dengan demikian, produk ataupun barang mentah yang dihasilkan tenaga kerja dapat terserap dengan baik oleh pelaku industri, sehingga dampak ekonomi yang diberikan dapat lebih besar.

Ketiga, penyesuaian aturan fiskal yang mendukung penciptaan produk berinovasi, sehingga tercipta kesetaraan berbisnis bagi industri baru.

Hal ini bisa diejawantahkan lewat kebijakan pajak, cukai, dan insentif fiskal lainnya. Ketiga opsi ini mengarahkan kita pada poin yang paling penting bagi investor untuk berbisnis di Indonesia, yakni kejelasan dan kepastian regulasi.

Kembali pada pidato Presiden, pemerintah mencanangkan pencapaian investasi sebesar Rp900 triliun hingga akhir tahun. Mencapai target tersebut tidak dapat dilakukan sendiri, melainkan membutuhkan kolaborasi para pemangku kepentingan di pihak pemerintah, bisnis, akademisi, media, dan organisasi masyarakat.

Hanya dengan kolaborasi itulah industri baru dapat tumbuh, berkembang, dan berkontribusi mewujudkan target pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2022.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper