Bisnis.com, JAKARTA - Pelonggaran operasional mal di tengah perpanjangan PPKM level 3 tidak akan serta-merta berdampak terhadap perbaikan kinerja bisnis tenant, khususnya segmen non-F&B. Sebab, kunjungan didominasi oleh konsumen yang berburu barang esensial, seperti makanan dan minuman.
Kabar tentang kekhawatiran penyewa pusat perbelanjaan menjadi salah satu berita pilihan editor Bisnisindonesia.id. Beragam kabar ekonomi dan bisnis lainnya yang dikemas secara mendalam dan analitik juga tersaji di meja redaksi Bisnisindonesia.id.
Berikut ini intisari setiap berita pilihan:
Emiten telekomunikasi PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk. lagi-lagi berhasil mengerek kinerja keuangannya tumbuh tinggi di tengah kondisi ekonomi yang masih menantang. Kinerjanya yang solid pada paruh pertama tahun ini diyakini bakal bertahan hingga akhir tahun.
Emiten berkode saham TLKM ini berhasil mencetak pertumbuhan laba dua digit pada paruh pertama tahun ini, tepatnya tumbuh 13,38% year on year (yoy) menjadi Rp12,45 triliun dari sebelumnya Rp10,98 triliun pada semester I/2020. Peningkatan laba bersih ini tidak terlepas dari naiknya pendapatan.
Topline emiten plat merah itu tercatat sebesar Rp69,48 triliun. Jumlah itu naik sebesar 3,93% yoy dibandingkan dengan tahun lalu yaitu Rp66,85 triliun.
Segmen pendapatan internet masih menjadi penopang penjualan dengan torehan Rp39,57 triliun, sedangkan pendapatan dari Indihome mencapai Rp12,87 triliun. Masing-masing mengalami kenaikan sebesar 4,37% dan 24,22% yoy. Khusus di segmen mobile, pendapatan TLKM mencapai Rp33,36 triliun, tumbuh 4,7% yoy.
Keputusan pemerintah melonggarkan operasional mal di tengah perpanjangan PPKM level 3 tidak akan serta merta berdampak terhadap perbaikan kinerja bisnis tenant pusat perbelanjaan, khususnya segmen non-F&B.
Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Alphonzus Widjaja menjelaskan kunjungan ke pusat belanja saat ini banyak didorong oleh beroperasinya penyewa (tenant) di bidang makanan dan minuman (food and beverages/F&B) seiring dengan tingkat kunjungan yang lebih didorong oleh kategori makanan dan minuman.
Pusat belanja dengan mayoritas tenant yang memberi layanan nonpangan tetap akan tumbuh, tetapi akan terbatas dibandingkan dengan mal-mal yang menawarkan lebih banyak pilihan dine-in.
Sektor usaha sandang atau busana diperkirakan mengalami pertumbuhan paling lambat.
PT Garuda Indonesia Tbk. akan makin serius menggarap bisnis yang masih bertumbuh menyusul penurunan pendapatan perseroan sepanjang paruh pertama tahun ini.
Garuda membukukan pendapatan usaha US$696,8 juta pada semester I/2021 atau turun 24% secara tahunan. Secara terperinci, pendapatan penerbangan berjadwal menyumbang US$556,5 juta, penerbangan tidak berjadwal US$41,6 juta, dan pendapatan lainnya US$98,6 juta.
Pendapatan penerbangan tidak berjadwal melesat 93,2% secara tahunan. Volume angkutan kargo juga meloncat 37,5% year on year menjadi 152,3 juta ton.
Maskapai akan mengoptimalkan potensi pangsa pasar charter, baik untuk layanan penumpang maupun kargo.
Garuda Indonesia bermasker. Maskapai pelat merah itu membukukan pendapatan usaha US$696,8 juta pada semester I/2021, turun 24% secara tahunan./Garuda Indonesia
Setelah lebih kurang 4 tahun menjalankan tugas sebagai badan usaha pelaksana penugasan penyediaan dan pendistribusian Jenis BBM Tertentu (JBT) dan Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP), Pertamina terhitung 1 September 2021 menyerahkan tugas tersebut kepada anak usahanya, PT Pertamina Patra Niaga.
Hal itu ditetapkan setelah Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) menyerahkan perubahan Surat Keputusan Penerima Penugasan PT Pertamina (Persero) kepada PT Pertamina Patra Niaga selaku pelaksana penugasan penyediaan dan pendistribusian JBT dan JBKP Tahun 2018 sampai dengan 2022.
Kepala BPH Migas Erika Retnowati mengatakan, SK Perubahan didasarkan pada reorganisasi Pertamina dan terbitnya Perpres No. 69/2021 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden No. 191/2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran BBM.
Dalam Perpres tersebut, terdapat ketentuan Pasal 8A yang mengatur bahwa penugasan penyediaan dan pendistribusian JBT dan JBKP kepada badan usaha melalui penunjukan langsung dapat dilaksanakan oleh anak perusahaan.
Dampak tekanan ekonomi dari pandemi Covid-19 ternyata masih terasa pada kemampuan bayar nasabah yang berpotensi menghambat kinerja industri pembiayaan.
Lembaga keuangan disarankan bersikap lebih konservatif dalam menyalurkan pembiayaan. Alasannya, persentase debitur berisiko tinggi masih dominan sehingga perlu diwaspadai. Bahkan, trennya masih menanjak sehingga patut menjadi perhatian pelaku industri.
Kehati-hatian pelaku industri pembiayaan masih diperlukan karena titik pergeseran peringkat risiko terjadi pada Desember 2020. Potret jumlah debitur berisiko rendah dan menengah digantikan oleh debitur berisiko tinggi dan sangat tinggi.
Dampak pandemi Covid-19 masih signifikan terhadap nasabah sehingga lembaga keuangan, termasuk pelaku industri pembiayaan, disarankan mengelola risiko di tengah upaya ekspansi pembiayaan.
Selamat membaca!