Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Permintaan Ekspor Nonmigas Masih Belum Stabil

Pelaku usaha menilai permintaan ekspor masih belum stabil dan diwarnai ketidakpastian.
Foto udara kawasan New Priok Container Terminal, Jakarta. Bisnis
Foto udara kawasan New Priok Container Terminal, Jakarta. Bisnis

Bisnis.com, JAKARTA - Ekspor nonmigas masih diwarnai ketidakpastian dari sisi permintaan, terutama untuk ekspor dengan China sebagai pasar utama. Namun pelaku usaha mengharapkan ada jaminan operasional agar pemenuhan kontrak ekspor bisa dipenuhi.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ban Indonesia (APBI) Azis Pane mengutarakan bahwa penurunan kinerja bulanan ekspor pada Juli adalah hal yang lumrah mengingat permintaan cenderung tak terjadi secara merata. Di sisi lain, tak semua industri di dalam negeri bisa beroperasi penuh selama PPKM.

“Ekspor masih sulit karena pasar dipenuhi ketidakpastian. Kami sudah sampaikan ekspor tidak akan stabil,” kata Azis, Rabu (18/8/2021).

Hal ini tecermin dari ekspor karet dan barang dari karet yang sempat turun drastis pada Mei 2021 menjadi hanya US$512,39 juta, setelah dalam 4 bulan sebelumnya terus tumbuh dari US$584,63 juta pada Januari menjadi US$686,84 juta pada April 2021. Eskpor pada Juni kembali naik menjadi US$605,15 juta.

Adapun selama kurun Januari sampai Juni 2021, ekspor ke China justru turun tipis dibandingkan dengan semester I/2020. Nilai ekspor terkoreksi dari US$254, 89 juta menjadi US$253,40 juta.

“Kami perkirakan pada Juli turun lagi karena tidak semua pabrik bisa beroperasi selama pembatasan. Saat tidak bisa produksi kami tidak bisa memenuhi komitmen ekspor,” kata dia.

Situasi berbeda terlihat pada produk minyak sawit. Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Joko Supriyono memperkirakan ekspor pada Juli kembali naik setelah pada Junii sempat terkoreksi. Dia juga menyebutkan bahwa pengiriman ke China cenderung dalam kondisi baik.

“Kami perkirakan ekspor naik pada Juli, pengiriman ke China juga oke. Dari sisi produksi kami tidak terkendala meskipun PPKM,” katanya.

Gapki melaporkan bahwa nilai ekspor produk sawit Juni turun 30,1 persen menjadi US$2,11 miliar pada Juni, lebih rendah sekitar US$945 juta dibandingkan dengan ekspor pada Mei 2021. Dari segi volume, ekspor produk sawit mencapai 2,02 juta ton atau turun 926.000 ton dari pada ekspor Mei 2021. Meski demikian, volume ekspor tetap lebih tinggi secara tahunan.

Asosiasi dalam siaran pers pada Rabu (18/8/2021) menyebutkan bahwa devisa dari ekspor produk sawit berhasil menyumbang 11,4 persen dari total devisa ekspor meskipun ekspor mengalami kontraksi.

“Hal ini menunjukkan tetap pentingnya ekspor sawit bagi perolehan devisa negara,” kata Direktur Eksekutif Gapki Mukti Sardjono.

Dia menjelaskan turunnya harga merupakan salah faktor penyebab penurunan, selain kemungkinan penurunan importasi dari negara importir karena masih tersedianya stok minyak nabati. Adapun harga rata-rata pada Juni adalah US$1.054 per ton jauh lebih rendah dari harga Mei yang mencapai US$1.241/ton.

Penurunan volume ekspor terbesar terjadi dengan tujuan Uni Eropa sebesar 151.000 ton, diikuti dengan Timur Tengah yang turun 124.000 ton, India berkurang 105.000 ton, dan Pakistan 108.000 ton. Secara tahunan, penurunan terbesar sampai dengan Juni mencakup ekspor ke India yang berkurang 475.000 ton dibandingkan dengan tahun lalu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper