Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Erick Thohir Minta PLN Genjot EBT Secara Masif

Dalam 19 tahun ke depan, PLN harus mengkonversi sebanyak 21 gigawatt (GW) pembangkit listrik fosil menjadi energi baru terbarukan (EBT).
Menteri BUMN Erick Thohir saat RDP dengan Komisi VI DPR membahas usulan PMN 2022, Kamis (8/7/2021). /Istimewa
Menteri BUMN Erick Thohir saat RDP dengan Komisi VI DPR membahas usulan PMN 2022, Kamis (8/7/2021). /Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir meminta PT PLN (Persero) untuk bertransformasi menjadi penyedia listrik berbasis energi bersih secara masif.

Erick mengatakan bahwa sudah banyak negara yang mulai menekan posisi Indonesia untuk menghasilkan produk yang ramah lingkungan dari keseluruhan proses rantai pasok produksinya, seiring komitmen global untuk mencapai netral karbon pada 2050.

"Sekarang banyak aturan di banyak negara, sudah mulai menekan posisi kita di mana posisinya kalau tidak hasil produksinya dilakukan secara supply chain yang bersahabat dengan alam maka produksi-produksi ini akan di-tax setinggi-tingginya, bahkan tidak boleh masuk," ujar Erick dalam acara Penyerahan Oksigen oleh Menteri BUMN kepada Rumah Sakit Penanganan Covid-19 Hasil Produksi Pembangkit PLN secara virtual, Kamis (12/8/2021).

Menurutnya, kunci menghadapi tekanan global tersebut adalah sumber listrik yang berasal dari energi baru terbarukan (EBT). Oleh karena itu, PLN akan berperan penting dalam mendukung produksi berbasis industri Indonesia ke depan dengan memproduksi listrik ramah lingkungan.

Dia menuturkan, dalam 19 tahun ke depan, PLN harus mengkonversi pembangkit listrik fosilnya sebanyak 21 gigawatt (GW) menjadi pembangkit EBT. Kemudian, 15 tahun berikutnya, PLN harus mengkonversi sebanyak 29 GW pembangkit fosilnya menjadi EBT. Dengan langkah ini diharapkan PLN dapat mencapai target netral karbon di 2060.

"Kalau PLN tidak bertransformasi, produksi listrik tidak ramah lingkungan, hasil produksi negara kita pun juga tidak akan diakui di negara lain. Ini keharusan tidak bisa ditawar-tawar," kata Erick.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper