Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral berharap skema government drilling dapat membantu menekan harga listrik dari pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP).
Direktur Panas Bumi Ditjen EBTKE Kementerian ESDM Harris menilai bahwa skema penawaran wilayah kerja panas bumi (WKP) yang didahului dengan Penugasan Survei Pendahuluan dan Eksplorasi (PSPE) yang berlaku saat ini, belum memberikan insentif secara efektif untuk menekan risiko kegiatan eksplorasi.
"Kalau melihat grafik risiko pengembangan panas bumi di mana di awal sangat tinggi, dengan hanya survei pendahuluan itu risiko panas bumi masih sangat tinggi di atas 90 persen," ujar Harris dalam sebuah webinar, Jumat (21/5/2021).
Masih tingginya risiko tersebut membuat harga listrik dari PLTP yang ditawarkan oleh pengembang menjadi mahal, yakni pada kisaran US$12 sen per kilowatt hour (kWh).
Oleh karena itu, pemerintah berupaya untuk menekan risiko eksplorasi panas bumi melalui program government drilling atau pengeboran sumur panas bumi oleh pemerintah.
Melalui program ini, kata Harris, pemerintah akan meningkatkan kualitas data WKP sebelum nantinya ditawarkan kepada badan usaha melalui proses lelang. Dengan langkah ini diharapkan dapat menekan risiko pengembangan panas bumi hingga di bawah angka 60 persen.
"Diharapkan nanti tentunya risiko proyek panas bumi turun karena nantinya government drilling ini sampai pada penyiapan pengeboran dua stream hole di tiap WKP ditambah satu standard hole. Diharapkan juga harga listrik yang ditawarkan pengembang itu bisa lebih rendah dan tidak lagi double digit. Syukur-syukur single digit di bawah US$10 sen," kata Harris.
Adapun, sepanjang 2020—2024, pemerintah akan melakukan government drilling pada 20 WKP dengan potensi sumber daya mencapai 1.844 MW dan rencana pengembangan hingga 683 MW.
Ketua Umum Asosiasi Panas Bumi (API) Prijandaru Effendi mengapresiasi upaya pemerintah untuk melakukan government drilling tersebut. Namun, dia menilai pengembang panas bumi juga perlu tetap diberikan peluang untuk melakukan eksplorasi dari awal.
Hal tersebut mengingat bujet pemerintah terbatas sehingga membutuhkan waktu yang cukup panjang untuk merealisasikan program pengembangan panas bumi yang dicanangkan.
Dia yakin bila tarif listrik yang diberikan menarik, pengembang tak akan terbebani untuk melakukan eksplorasi sendiri.
"Kalau berbagi dengan investor, karena mereka memang risk taker, selama return yang diberikan sesuai dengan risiko yang diambil pasti akan dilakukan. Dengan berbagi ini, kami bisa bantu mempercepat pengembangan panas bumi," katanya.