Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) menilai kenaikan harga batu bara acuan (HBA) pada Mei 2021 ke level US$89,74 per ton didorong oleh menguatnya permintaan batu bara di pasar global.
"Mengenai kenaikan HBA Mei, hal itu sebagai refleksi kondisi batu bara yang mana demand sedang menguat," ujar Direktur Eksekutif APBI Hendra Sinadia kepada Bisnis, Selasa (4/5/2021).
Menurutnya, penguatan permintaan ini utamanya didorong dari tingginya permintaan dari China. Larangan impor batu bara dari Australia oleh pemerintah China secara tidak langsung menyebabkan harga batu bara domestik China meningkat sehingga China membuka keran impor batu baranya.
"Menurut kami sejauh ini hanya China yang paling prospektif untuk meningkatkan impor dari Indonesia," katanya.
Pergerakan harga batu bara yang tengah berada di jalur positif ini, menurut Hendra, tentunya akan dimanfaatkan oleh sejumlah produsen batu bara untuk meningkatkan produksinya. Apalagi, sepanjang tahun lalu produsen cukup terdampak dengan harga batu bara yang tertekan.
Di sisi lain, pemerintah juga telah merevisi target produksi batu bara nasional tahun ini dari 550 juta ton menjadi 625 juta ton. Namun demikian, APBI memproyeksikan tingkat produksi nasional akan sulit mencapai target 625 juta ton tersebut.
Baca Juga
Hal ini mengingat di awal tahun banyak IUP di daerah yang telah mendapatkan kuota produksi maksimal sehingga kecil kemungkinan IUP-IUP daerah akan mengajukan revisi Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB).
Sedangkan perusahaan-perusahaan PKP2B dan IUP di bawah kewenangan pemerintah pusat memang berpotensi untuk mengajukan revisi RKAB. Namun, kata Hendra, perusahaan-perusahaan tersebut tidak serta merta seluruhnya akan mengajukan revisi sebab perusahaan juga akan mempertimbangkan kondisi finansial, rencana penambangan, serta ketersediaan pasarnya.
Selain itu, sulitnya tercapainya target juga disebabkan oleh rendahnya produksi batu bara sepanjang kuartal I/2021. "Target 625 juta mungkin realitanya mungkin akan sulit tercapai, salah satunya di kuartal I produksinya rendah banget karena curah hujan tinggi," tutur Hendra.