Bisnis.com, JAKARTA - Upaya global untuk memajaki perusahaan teknologi besar tersandung perdebatan baru yang melibatkan Amazon.com Inc.
Pembicaraan lintas negara yang dipimpin oleh Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD) itu mencoba menjawab kekhawatiran banyak negara bahwa raksasa teknologi dan perusahaan multinasional lainnya tidak dikenakan pajak yang sesuai di bawah sistem aturan saat ini.
Sebelumnya, proposal Departemen Keuangan AS yang didistribusikan ke pemerintah lain awal bulan ini akan mengenakan pajak pada 100 perusahaan teknologi terbesar yang berkantor pusat di negara itu.
Garis besar dari rencana ini adalah memberlakukan pungutan bagi setiap perusahaan besar dengan margin keuntungan yang melebihi ambang batas tertentu, meski angkanya belum ditentukan.
Namun, status Amazon sebagai raksasa teknologi dengan margin rendah muncul sebagai poin penting dalam negosiasi.
Amazon yang berbasis di Seattle baru-baru ini melaporkan margin operasi global di seluruh bisnisnya sebesar 5,5 persen. Bandingkan dengan margin Facebook sebesar 45,5 persen dan 27,5 persen untuk perusahaan induk Google, Alphabet Inc.
Baca Juga
Sementara itu, proposal AS menyerukan untuk memasukkan hanya perusahaan multinasional terbesar dan paling menguntungkan.
Dua pejabat pemerintah Italia yang enggan disebutkan namanya mengatakan Amazon harus masuk dalam daftar perusahaan yang dipajaki.
Menurut mereka tidak ada alasan mengapa kesepakatan pajak global mengecualikan perusahaan dengan margin rendah tetapi berpendapatan melimpah.
Italia, ekonomi terbesar ketiga kawasan euro, telah memberlakukan pajak 3 persen pada perusahaan dengan pendapatan keseluruhan di atas 750 juta euro (US$903 juta) dan pendapatan dari layanan digital di Italia di atas 5,5 juta euro.
Seorang juru bicara Komisi Eropa mengatakan bahwa sementara proposal AS menawarkan peluang yang menjanjikan untuk kemajuan menuju kesepakatan, dunia tidak boleh melupakan alasan dibalik kebijakan ini, yakni perpajakan ekonomi digital yang lebih adil.
"Sangatlah penting bahwa setiap proposal di atas meja juga menjawab tantangan ini," kata juru bicara itu, dilansir Bloomberg, Rabu (21/4/2021).
Seorang pejabat kementerian keuangan Prancis mengatakan mereka masih memeriksa proposal AS untuk menentukan apakah itu akan mencakup semua perusahaan multinasional digital.
Namun, AS telah lama menentang perjanjian yang memilih bagian tertentu dari ekonomi, seperti aturan yang hanya memengaruhi perusahaan digital, dan proposal Departemen Keuangan yang baru dimaksudkan untuk membuat cakupan rencana tersebut lebih kuantitatif dan objektif.
Menurut orang-orang yang mengetahui masalah ini, pejabat AS menyadari bahwa kementerian keuangan negara lain mencoba untuk membuat perusahaan-perusahaan bermargin rendah masuk dalam ambang profitabilitas, dan Amazon merupakan target dari diskusi ini. Sedangkan AS terus menentang upaya untuk menargetkan perusahaan atau sektor mana pun.
Departemen Keuangan AS dan OECD yang berbasis di Paris menolak berkomentar. Amazon tidak menanggapi permintaan komentar.
"Kami telah menjelaskan kepada mitra Eropa kami bahwa kami tidak akan mendukung pajak yang diskriminatif terhadap perusahaan Amerika," kata Wakil Menteri Keuangan AS Wally Adeyemo.