Bisnis.com, JAKARTA - Toko Hennes & Mauritz AB atau H&M di beberapa bagian China ditutup oleh tuan tanah mereka karena dampak dari pernyataan peritel mode tentang kerja paksa di wilayah perselisihan Xinjiang yang terus menyebar.
Setidaknya enam toko di kota-kota seperti Urumqi, Yinchuan, Changchun dan Lianyunang telah ditutup oleh pemilik properti, menurut operator mal di daerah-daerah yang dihubungi oleh Bloomberg. Media lokal melaporkan lebih banyak penutupan, dengan gambar yang menunjukkan baliho merek H&M dihapus.
Penutupan itu dilakukan di tengah meningkatnya protes dan seruan boikot di media sosial China terhadap pernyataan H&M di situs webnya tentang laporan kerja paksa di wilayah barat negara itu. Sementara itu, pernyataan yang dikecam oleh Liga Pemuda Komunis dan Tentara Pembebasan Rakyat di media sosial itu, tampaknya telah dihapus pada Jumat lalu.
Beberapa operator mal mengatakan keputusan untuk menutupnya dibuat oleh tuan tanah karena sikap tidak hormat yang ditunjukkan oleh H&M terhadap China. Tidak ada indikasi berapa lama waktu penutupan.
Gerai peritel pakaian global juga menghilang di penelusuran Apple Maps dan Baidu Maps. H&M mengatakan dalam pernyataannya bahwa pihaknya sangat prihatin dengan laporan dari organisasi masyarakat sipil dan media yang mencakup tuduhan kerja paksa dan diskriminasi terhadap minoritas etnoreligius.
Tanggapan China terhadap H&M jauh lebih kuat daripada penolakan sebelumnya ketika merek asing melintasi garis politik. Eskalasi terjadi ketika AS, Inggris, dan negara lainnya menyoroti pelanggaran hak asasi manusia minoritas Muslim Uighur di Xinjiang.
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken, Penasihat Keamanan Nasional Jake Sullivan dan pejabat dari China telah bertukar kritik tentang masalah hak asasi manusia dan keamanan nasional selama pertemuan tatap muka dua hari bulan ini di Alaska.
Perwakilan H&M China tidak segera menanggapi permintaan komentar, sementara juru bicara di Eropa mengatakan peritel tidak dapat berkomentar saat ini. Perusahaan memiliki 505 toko di China per 30 November 2020.
Merek ritel AS dan Eropa termasuk Nike Inc. dan Zara mikik Inditex SA juga menghadapi dilema mengenai apakah akan menerima kapas dari wilayah Xinjiang atau berisiko diboikot di ekonomi terbesar kedua di dunia itu.
AS menuduh China melakukan kampanye media sosial yang dikelola negara dan memboikot perusahaan yang menolak menggunakan kapas dari Xinjiang. Wakil Juru Bicara Departemen Luar Negeri Jalina Porter mengatakan China telah menargetkan bisnis Amerika, Eropa dan Jepang yang menghindari kapas Xinjiang.
Dia mengatakan itu sama dengan boikot perusahaan dan konsumen yang dijalankan negara.
China adalah salah satu dari lima pasar terbesar untuk H&M dalam hal pendapatan dengan 5,2 persen dari total penjualan grup pada tahun 2020.
"Kami tidak dapat mentolerir kekuatan apa pun yang mempermalukan dan menodai kapas Xinjiang yang murni dan tanpa cacat," kata Gao Feng, juru bicara Kementerian Perdagangan China.
“Konsumen China telah bertindak sebagai tanggapan atas apa yang disebut keputusan bisnis yang dibuat oleh beberapa perusahaan berdasarkan informasi yang salah. Kami berharap perusahaan yang relevan akan menghormati hukum pasar, memperbaiki praktik yang salah, dan menghindari politisasi masalah komersial," lanjutnya.
Shi Yinhong, Direktur Pusat Studi Amerika di Universitas Renmin, Beijing, mengatakan sementara China menyadari tidak mungkin untuk membungkam kritik dari Barat dengan melawan, sikapnya yang lebih agresif terutama untuk menunjukkan kepada audiens domestik bahwa Partai Komunis adalah pembela kepentingan China.