Bisnis.com, JAKARTA – Peneliti Center of Macroeconomics and Finance Indef Deniey A. Purwanto memberikan sejumlah catatan bagi pemerintah dalam upaya penyelamatan BUMN terkait utang.
Adapun, Deniey menyebut utang BUMN meningkat drastis sejak 2016. Berdasarkan data Statistik Utang Sektor Publik Indonesia (SUSPI) Bank Indonesia yang diolahnya, utang BUMN Indonesia per kuartal III/2020 mencapai Rp2.140 triliun.
“Trennya paling tidak 6 atau 5 tahun terakhir hutang BUMN memiliki kecendrungan meningkat pesat, baik BUMN yang lembaga keuangan atau non-keuangan,” jelas Deniey dalam diskusi publik bertajuk ‘Kinerja BUMN dan Tumpukan Utang’ oleh Indef, Rabu (24/3/2021).
Dia menyebut pemerintah sudah menyiapkan sejumlah upaya penyelamatan BUMN dalam skema pemulihan ekonomi nasional (PEN). Seperti penanaman modal negara (PMN), penempatan dana pemerintah, investasi pemerintah non-permanen, dan penjaminan pemerintah.
Meski begitu, Deniey memberikan sejumlah catatan terkait kebijakan-kebijakan penyelamatan BUMN khususnya dari sisi peningkatan utangnya.
Pertama, debt burden. Tumpukan utang BUMN lembaga keuangan maupun non-keuangan berpotensi memberikan beban bagi perekonomian sehingga menciptakan debt trap (jebakan utang). Menurut Deniey, pemerintah harus memperhatikan dan berusaha untuk menahan laju pertumbuhan utang.
Kedua, risiko fiskal (fiscal risk). Restrukturisasi utang BUMN tidak saja menjadi beban yang semakin besar bagi APBN, namun juga mengandung risiko fiskal yang relatif lebih tinggi dampaknya dibandingkan risiko yang lain. Dengan kata lain, bahkan bisa mneyebabkan risiko fiskal yang dampaknya setara dengan risiko kerugian akibat bencana.
“Bahkan di nota keuangan dan APBN 2021 disejajarkan risikonya dengan kerugian akibat bencana,” jelasnya.
Ketiga, opportunity cost. Alokasi anggaran untuk restukturisasi BUMN, utamanya dalam alokasi pembiayaan dalam skema PEN, menciptakan opportunity cost untuk penciptaan fiscal space untuk alokasi instrumen pemulihan ekonomi yang lain.
Keempat, trade off between opportunity and risk. Restrukturisasi utang BUMN di satu sisi dapat dipandang sebagai sebuah kesempatan untuk mendorong pemulihan ekonomi, namun di sisi lain juga mengandung risiko-risiko yang sebaliknya akan menjadi beban tersendiri bagi perekonomian.