Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Aturan Diskon Dagang-el Masih Digodok, Pemerintah Hadapi Tantangan

Berbeda dengan perdagangan tradisional, mekanisme perdagangan dalam sistem elektronik bisa berubah dalam waktu yang relatif cepat dengan intervensi algoritma pada teknologi.
Pekerja memotret produk sepatu Prospero yang akan dipasarkan melalui platform digital di Kota Tasikmalaya, Jawa Barat, Jumat (3/7/2020). Menurut data Kementerian Komunikasi dan Informatika, sebanyak 9,4 juta UMKM sudah menggunakan atau memasarkan produknya melalui pasar e-commerce dan mendapatkan manfaat penggunaan teknologi digital untuk transaksi lintas batas./ANTARA FOTO-Adeng Bustomi
Pekerja memotret produk sepatu Prospero yang akan dipasarkan melalui platform digital di Kota Tasikmalaya, Jawa Barat, Jumat (3/7/2020). Menurut data Kementerian Komunikasi dan Informatika, sebanyak 9,4 juta UMKM sudah menggunakan atau memasarkan produknya melalui pasar e-commerce dan mendapatkan manfaat penggunaan teknologi digital untuk transaksi lintas batas./ANTARA FOTO-Adeng Bustomi

Bisnis.com, JAKARTA – Regulasi yang akan mengatur aktivitas perdagangan di platform digital guna mencegah terjadinya predatory pricing masih disusun oleh pemerintah. Penyusunan aturan baru ini dipastikan tidak akan mudah dilakukan. 

“Sejauh ini regulasi masih kami persiapkan. Namun arahnya akan mengawasi praktik pemberian diskon, jangan sampai bermuatan dumping atau subsidi yang bisa mengganggu pasar,” kata Direktur Direktur Bina Usaha dan Pelaku Distribusi Kementerian Perdagangan (Kemendag) Nina Mora saat dihubungi, Senin (8/3/2021).

Nina tidak memperinci lebih lanjut aspek-aspek lain yang akan dimuat dalam regulasi baru ini. Dia hanya memastikan pemerintah melibatkan kementerian dan lembaga terkait seperti Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dalam proses pembahasan. 

Sementara itu, peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Media Wahyudi Askar mengatakan pemerintah bakal menghadapi sejumlah tantangan dalam menyusun regulasi.

Berbeda dengan aktivitas perdagangan tradisional, mekanisme perdagangan dalam sistem elektronik bisa berubah dalam waktu yang relatif cepat dengan adanya intervensi algoritma pada teknologi. Perkembanganya bahkan lebih cepat dibandingkan dengan proses birokrasi dan penyusunan regulasi.

“Kemendag harus aware perubahan e-commerce bisa terjadi dalam hitungan minggu, strategi bisnis lewat skema unfair trade bisa berubah terus-menerus,” kata Media.

Dia mengemukakan struktur e-commerce Indonesia saat ini memang rentan memicu terjadinya kegagalan pasar (market failure), terutama dengan adanya dominasi atau monopoli sejumlah pemain besar. Dia mengatakan hal inilah yang harus diantisipasi pemerintah dalam regulasi terbaru karena tantangan serupa telah banyak dirasakan sejumlah negara.

Di sisi lain, dia menyebutkan praktik predatory pricing di platform dagang-el cenderung sulit dibuktikan dengan data-data ilmiah atau pengawasan yang bersifat umum. Tetapi, dia mengatakan praktik ini sangat mungkin terjadi ketika investor memaksa vendor secara legal untuk menentukan harga yang justru menutup persaingan.

Kasus permainan harga dan adopsi algoritma dalam perdagangan digital ini setidaknya terjadi pada Amazon yang menjadi sasaran investigasi Uni Eropa.

Raksasa dagang-el asal Amerika Serikat itu dituduh merusak persaingan pasar karena menggunakan data merchant independen untuk meningkatkan penjualan produk ritel Amazon. Hal ini dipandang tidak adil karena penjual independen bersaing secara langsung dengan produk ritel Amazon. 

“Kita bisa belajar dari kasus Amazon di Eropa. Dengan skema monopoli mereka bisa melakukan predatory pricing dan menghambat kompetitor untuk masuk ke pasar. Platform besar bahkan membuat produk sendiri kemudian mematikan produk lokal dengan tidak menampilkannya di platform mereka. Ada barrier tertentu yang menyebabkan terjadinya market failure. Ini yang harus diantisipasi,” paparnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper