Bisnis.com, JAKARTA - Produk-produk perkebunan unggulan Indonesia seperti kopi, teh, dan kakao disebut masih berpeluang tumbuh seiring dimulainya masa pemulihan ekonomi di berbagai negara. Sebagai salah satu produk pangan, konsumsi pada tiga komoditas ini pun cenderung masih terjaga.
Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional Kementerian Perdagangan Kasan Muhri mengatakan pemerintah akan terus memfasilitasi akses pasar bagi eksportir yang ingin memanfaatkan peluang pemulihan tersebut. Termasuk dalam hal pemenuhan standar dan sertifikasi produk agar sesuai dengan kebutuhan pembeli di negara tujuan.
“Saya harap kami bisa terus fasilitasi pelaku usaha untuk memanfaatkan pasar yang akan mulai terbuka. Karena pada masa pemulihan, meski masyarakat tetap di rumah konsumsi makanan dan minuman tetap meningkat karena ada kebutuhan meningkatkan kesehatan masing-masing,” kata Kasan dalam diskusi virtual, Kamis (18/2/2021).
Data Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan bahwa ekspor kopi, teh, dan rempah mengalami pertumbuhan 6,29 persen sepanjang 2020 dibandingkan dengan 2019 dengan nilai mencapai US$1,48 miliar. Ekspor kakao olahan Indonesia pun naik menjadi US$1,16 miliar pada periode yang sama.
Meski demikian, Kasan tak memungkiri bahwa terdapat sejumlah kendala yang dihadapi para pelaku usaha dalam mengoptimalisasi peluang ekspor. Sebagai contoh, ekspor olahan kakao yang didominasi oleh cocoa butter terhalangi oleh pasokan bahan baku biji kakao di dalam negeri. Hal ini mengakibatkan industri justru mengalami idle capacity.
“Untuk teh saya lihat juga cukup menantang karena selain ekspor, setahu saya kita juga mengimpor dalam jumlah yang cukup besar,” lanjutnya.
Baca Juga
Selain tantangan dari dalam negeri, sejumlah kebijakan di negara tujuan ekspor pun bisa memengaruhi kinerja. Salah satunya adalah rencana penerapan due diligence untuk produk kopi dan kakao Indonesia yang akan diekspor ke Inggris dan ketatnya persyaratan keamanan pangan, label, dan kemasan. Untuk komoditas teh misalnya, ekspor RI disyaratkan tidak memiliki kandungan antrakuinon di atas ambang batas sebesar 0,02 miligram per kilogram.
Terlepas dari hal tersebut, Kasan mengatakan peluang lain datang dari keunikan produk yang dipasarkan Indonesia. Sebagai produk refreshment, pelaku usaha bisa memanfaatkan aspek specialty product dan cerita di balik produk tersebut.