Bisnis.com, JAKARTA – Indeks harga konsumen (IHK) pada Desember 2020 mengalami inflasi sebesar 0,45 persen. Sementara sepanjang tahun kalender (year to date/ytd) dan tahunan mengalami inflasi sebesar 1,68 persen.
Peneliti ekonomi senior Institut Kajian Strategis (IKS) Universitas Kebangsaan Eric Sugandi mengatakan bahwa ada faktor musiman (seasonal) yang mempengaruhi inflasi Desember.
“Tapi selain faktor seasonal, daya beli masyarakat berangsur membaik walau belum pada tingkat prawabah,” katanya saat dihubungi, Senin (4/1/2021).
Eric menjelaskan bahwa pemulihan daya beli ini terkait dengan peningkatan aktivitas ekonomi selama periode adaptasi kebiasaan baru atau new normal.
Selain itu, bantuan sosial juga berpengaruh besar, walaupun ada kasus korupsi sehingga tidak optimal untuk mencapai sasaran sebagai bagian dari pemulihan ekonomi nasional
“Inflasi akan berangsur naik seiring dengan meningkatnya aktivitas ekonomi dan membaiknya daya beli masyarakat. Inflasi akhir tahun ini bisa di kisaran 2,5 persen sampai 3 persen,” jelasnya.
Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa Badan Pusat Statistik (BPS) Setianto mengatakan bahwa inflasi Desember banyak dipengaruhi oleh harga komoditas cabai merah, telur ayam ras, cabai rawit, dan tarif angkutan udara.
Dari 90 kota IHK, sebanyak 87 kota mengalami inflasi dan 3 kota kota mengalami deflasi. Inflasi tertinggi ada di Gunungsitoli dengan angka 1,87 persen. Yang terendah ada di Tanjung Selor sebesar 0,05 persen.
Sementara deflasi tertinggi ada di Luwuk dengan sebesar 0,26 persen, dan yang terendah yaitu Ambon sebesar 0,07 persen.
Perkembangan inflasi sepanjang tahun 2020 mulai mengalami peningkatan sejak Oktober secara bulanan atau month to month (mom). Saat itu inflasi sebesar 0,07 persen dan terus mengalami peningkatan pada Desember sebesar 0,45 persen.
“Secara tahunan juga mengalami tren peningkatan sejak Agustus dengan inflasi saat itu 1,32 persen dan terus meningkat pada Desember menjadi 1,68 persen,” kata Setianto.