Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bantah Jual Aset ke Asing, Pemerintah Jelaskan Peran SWF

SWF akan membantu pemerintah meraih investasi, termasuk dari luar negeri, serta menyalurkannya dengan skema alternatif melalui investasi langsung, sekaligus mendorong perbaikan iklim investasi.
Ilustrasi Jalan Tol Cikampek-Jakarta. /ANTARA
Ilustrasi Jalan Tol Cikampek-Jakarta. /ANTARA

Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Badan Usaha Milik Negara meluruskan perihal kabar jual beli aset negara kepada pihak asing melalui lembaga pengelola investasi atau sovereign wealth fund (SWF).

Staf Khusus III Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Arya Sinulingga menegaskan salah satu tujuan pembentukan SWF adalah untuk membantu pendanaan perusahaan pelat merah yang memiliki misi sebagai agen pembangunan.

“Isunya bahwa nanti [aset] ini akan dimiliki asing akan menjadi sebuah isu yang digoreng-goreng. Padahal kami [tetap] punya, kami semua patuh pada rambu-rambu mana yang bisa dimiliki asing dan mana yang tidak,” ujar Arya, Senin (28/12/2020).

Adapun, SWF Indonesia resmi terbentuk melalui peraturan pemerintah No. 74/2020. Lembaga kepanjangan tangan pemerintah dalam pembangunan ini ditetapkan memiliki modal Rp75 triliun atau US$5 miliar. 

Saat pembentukan awal, negara menempatkan modal pertama sebesar Rp15 triliun atau sekitar US$1 miliar. Lembaga ini akan membantu pemerintah meraih investasi, termasuk dari luar negeri, serta menyalurkannya dengan skema alternatif melalui investasi langsung, sekaligus mendorong perbaikan iklim investasi.

Amerika Serikat dan Jepang merupakan investor awal yang telah memberikan komitmen untuk menyuntikkan dana ke SWF Indonesia dengan total US$6 miliar.

Pada periode awal, SWF disebut-sebut akan lebih dulu menyasar investasi di sektor infrastruktur termasuk jalan tol. Adapun, Arya mengatakan bahwa jalan tol merupakan salah satu aset yang kepemilikan sahamnya boleh dimiliki oleh investor asing.

Lagipula, lanjut dia, perusahaan kontraktor pelat merah saat ini banyak yang kesulitan pendanaan untuk memulai proyek baru karena beban bunga sudah menekan padahal aset belum menghasilkan secara maksimal.

“Yang awal masuk [membangun infrastruktur] itu BUMN. Setelah punya skala ekonomi, [aset] ini ditawarkan ke yang lain karnea BUMN perlu pendanaan di tempat lain. Kalau di sana saja nanti akan stuck,” tutur Arya.

Cara tradisional melalui pendanaan APBN untuk mengakomodasi seluruh target pembangunan infrastruktur pun dinilai Arya hanya akan memberatkan negara. Selain itu, pemerintah disebut tak lagi ingin mendanai proyek infrastruktur menggunakan utang.

“Dengan cara [investasi] seperti ini kita bisa bangun Mandalika, Danau Toba, Labuan Bajo, Raja Ampat dan sebagainya lebih cepat tanpa pakai utang tanpa menggerogoti APBN. Ini bukan soal menjual aset,” kata Arya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Dwi Nicken Tari
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper