Bisnis.com, JAKARTA - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menilai rencana merger dua perusahaan ride hailing terpopuler di Asia Tenggara, yakni Grab dan Gojek dapat melanggar UU Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat yang berujung merugikan konsumen.
Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi menuturkan merger dua perusahaan ini akan merugikan konsumen. Pasalnya, dua pemain besar bergabung menjadi satu entitas tentu membuat monopoli terjadi.
Adapun ketika monopoli terjadi, konsumen sedikit demi sedikit akan dirugikan dengan hal-hal teknis seperti standar pelayanan tidak terjaga, hingga tarif yang akan dimonopoli.
"Merger ini jelas berpotensi merugikan. Makanya kami minta Komisi Pengawas Persaingan Usaha [KPPU] mengendus, Ini tugas KPPU. Kami minta dan desak KPPU mengendus hal ini, karena berpotensi melanggar UU antimonopoli dan persaingan usaha tidak sehat," jelasnya kepada Bisnis.com, Senin (7/12/2020).
Dia menilai memang secara regulasi monopoli atau pemain tunggal dalam satu industri tidak dilarang. Namun, bagaimanapun akan berdampak kurang sehat untuk iklim bisnis dan berpotensi melanggar hak-hak publik, terutama terkait besaran tarif dan pelayanan.
Isu merger antara aplikasi transportasi online Gojek dan Grab kembali memanas, setelah Bos SoftBank Group ikut campur tangan di dalamnya.
Baca Juga
Masayoshi Son dari SoftBank Group Corp. diketahui tengah meningkatkan tekanan kepada salah satu pendiri Grab Holdings Inc. Anthony Tan untuk membuat 'gencatan senjata' dengan musuh bebuyutan Gojek.
Dua perusahaan rintisan yang populer di Asia Tenggara ini tengah aktif terlibat dalam pertemuan via Zoom setelah berbulan-bulan berdiskusi dan membuat kesepakatan terkait dengan merger usaha.
Sumber terkait yang meminta untuk tidak disebutkan namanya karena pembicaraan itu bersifat pribadi mengungkapkan poin utama yang mencuat, yaitu apakah kedua perusahaan menggabungkan semua operasi atau apakah Grab mengakuisisi bisnis Gojek hanya di Indonesia.