Bisnis.com, JAKARTA – Peluang industri pariwisata Indonesia untuk meraup cuan dari pariwisata ramah muslim diyakini lebih baik tahun depan, meski masih berhadapan dengan pandemi Covid-19.
Berdasarkan laporan State of Global Islamic Economy Report 2020/2 (SGIE), jumlah kesepakatan investasi di segmen ekonomi Islam tercatat turun dari 22 kesepakatan pada periode 2018/2019 menjadi 14 pada 2020 dengan nilai investasi anjlok dari US$560,8 juta menjadi US$340 juta secara global.
Raupan investasi yang didominasi oleh OTA di sepanjang 2020, mayoritas mengalir ke perusahaan-perusahaan Tanah Air. Indonesia memimpin dari segi jumlah kesepakatan sebagai negara berstatus Muslim friendly travel dengan total 4 kesepakatan.
Di bawahnya, bertengger Malaysia dengan 3 kesepakatan. Disusul oleh Turki dengan total 2 kesepakatan investasi. OTA andalan Tanah Air, Traveloka, disebut meraup investasi dengan nilai tertinggi, yakni US$250 juta dari Qatar Investment Authority dan GIC Singapore.
Wakil Ketua Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata (Asita) Budijanto Ardijansjah menilai penurunan nilai investasi di kedua sektor tersebut wajar karena para investor masih dalam posisi wait and see.
"Menurunnya investasi wajar-wajar saja karena investor masih wait and see. Namun, saya yakin kalau ada investor dari negara yang tepat, tahun depan investasi akan mulai masuk" ujar Budijanto kepada Bisnis.com, Rabu (2/12/2020).
Baca Juga
Dia mengungkapkan, saat ini Indonesia mulai mengincar investor dari kawasan Timur Tengah untuk menanamkan modal ke industri pariwisata ramah muslim di Indonesia.
Budijanto berharap para investor asal Timur Tengah masuk ke Indonesia mulai tahun depan. Pelaku usaha, lanjutnya, juga berusaha meyakinkan para investor tersebut untuk berinvestasi ke sektor pariwisata konvensional, termasuk biro-biro perjalanan wisata.
Selanjutnya, meskipun secara global investasi di sektor penerbangan domestik dan OTA menurun, dia menilai Indonesia tetap menjadi negara paling menarik di mata investor.
"Salah satu faktornya adalah kemudahan yang diberikan pemerintah kepada investor melalui tax holiday," ujarnya.
Dihubungi secara terpisah, pihak Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) belum ingin berkomentar terkait dengan pengembangan pariwisata ramah muslim