Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Masa Depan Wisata Ramah Muslim RI Belum Terlihat, Mengapa?

Kondisi industri pariwisata ramah muslim tahun depan sangat bergantung kepada kebijakan dari negara lain terkait pembukaan batas teritorial.
Fasilitas protokol kesehatan di loby hotel di Kota Bogor. ANTARA/Bisnis/dok hotel
Fasilitas protokol kesehatan di loby hotel di Kota Bogor. ANTARA/Bisnis/dok hotel

Bisnis.com, JAKARTA – Pelaku usaha sektor perhotelan dan restoran belum bisa memprediksi tren pariwisata ramah muslim Tanah Air tahun depan lantaran masih dikerubungi oleh ketidakpastian akibat pandemi Covid-19.

Sekretaris Jenderal Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Maulana Yusran memperkirakan kondisi industri pariwisata ramah muslim tahun depan sangat bergantung kepada kebijakan dari negara lain terkait pembukaan batas teritorial.

"Banyak batasan-batasan yang membuat kami sulit untuk memprediksi pariwisata ramah muslim pada 2021. Terutama, kalau bicara mengenai pertumbuhan wisatawan mancanegara, tentu akan bergantung kepada kapan batas negaranya dibuka. Sementara itu, sampai sekarang masih ditutup," ujar Maulana kepada Bisnis.com, Rabu (2/12/2020).

Pada saat telah dibuka pun, lanjut Maulana, masih diperlukan waktu untuk memulihkan aliran wisatawan mancanegara ke dalam negeri. Dia menambahkan perlu dilakukan upaya-upaya promosi untuk kembali menggaet pasar.

Kendati belum dapat diprediksi, Maulana mengatakan pelaku usaha di sektor perhotelan dan restoran telah melakukan persiapan. Salah satunya dengan mengemas produk-produk sesuai dengan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal.

Sebagai informasi, selama pandemi melanda dan memberikan dampak signifikan kepada industri hotel, restoran, dan kafe (horeka), sektor-sektor lain seperti makanan siap saji dan layanan pengiriman makanan untuk produk halal di Indonesia justru mengalami ledakan pertumbuhan.

Berdasarkan laporan State of Global Islamic Economy Report 2020/2 (SGIE), Indonesia masuk ke dalam barisan 3 besar negara dengan nilai investasi tertinggi untuk produk-produk halal yang mencapai US$6,3 miliar pada 2020 atau tumbuh 219 persen sejak tahun lalu.

Dari segi jumlah kesepakatan investasi terkait dengan makanan halal, Indonesia duduk di peringkat kedua dengan total 10 kesepakatan. Di bawah Malaysia dengan 16 kesepakatan dan unggul dibandingkan dengan Uni Emirat Arab dengan 8 kesepakatan.

Menurut laporan, ke depannya tren prositif investasi untuk sektor-sektor produk-produk halal diperkirakan terus berlanjut, terutama dalam layanan pengiriman, makanan halal berbasis kesehatan, dan makanan halal siap saji.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper