Bisnis.com, JAKARTA - Tren permintaan alat berat pada 2021 akan bergeser menuju sektor perkebunan dan konstruksi. Pasalnya, sektor pertambangan dinilai belum akan membaik pada tahun depan.
Himpunan Industri Alat Berat Indonesia (Hinabi) mendata permintaan alat berat dari sektor konstruksi berkontribusi sekitar 40 persen dari total produksi, sedangkan sektor perkebunan sekitar 30 persen. Adapun, kontribusi permintaan dari sektor perkebunan diramalkan naik menjadi 40 persen pada 2021.
"Itu tidak bisa dipungkiri, dua sektor itu masih dominan. Kenapa perkebunan [naik 2021]? Sekarang pemerintah giat-giatnya [melakukan program] bahan bakar nabati," ujar Ketua Umum Hinabi Jamaludin kepada Bisnis, Selasa (3/11/2020).
Jamaludin menilai realisasi produksi pada 2021 akan jauh lebih baik daripada tahun ini. Pasalnya, Jamaludin mengamati mulai ada perbaikan permintaan pada November-Desember 2020.
Akan tetapi, Jamaludin saat ini khawatir lantaran peningkatan permintaan pada 2021 mengharuskan pabrikan untuk mulai menyerap tenaga kerja baru. Pasalnya, tenaga kerja industri alat berat yang sudah dilepas cenderung enggan kembali ke industri alat berat dan memilih untuk membangun usaha sendiri.
Jamalludin mendata selama 8 bulan pertama 2020 rata-rata pabrikan alat berat telah melepas sekitar 30-40 persen dari total tenaga kerjanya. Dengan kata lain, tenaga kerja pada industri alat berat telah berkurang sekitar 7.700 orang menjadi sekitar 14.300 orang.
Baca Juga
Alhasil, pabrikan terpaksa menyerap tenaga kerja baru dan melakukan pelatihan awal sekitar 3 bulan. "Makanya kami menggunakan [program] link-and-match, itu kan bisa sebulan [pelatihannya."
Melihat adanya perbaikan permintaan pada kuartal IV/2020, Jamaludin optimistis target volume produksi hingga akhir tahun bisa mencapai 3.000 unit.
Berdasarkan data Hinabi, produksi alat berat hingga September 2020 mencapai 2.269 unit. Artinya, capaian pada Januari-September 2020 lebih rendah sekitar 50,07 persen dari rata-rata produksi periode yang sama tahun lalu.
Jamaluddin meramalkan total produksi hingga akhir 2020 hanya akan mencapai angka 3.000 unit atau lebih rendah 50,94 persen dari realisasi 2019 sebanyak 6.060 unit. Dengan kata lain, volume produksi alat berat pada tahun ini akan menjadi yang terendah sejak 2010.