Bisnis.com, JAKARTA - Total outstanding utang pemerintah pusat sampai September 2020 telah mencapai Rp5.756,87 triliun atau tembus di angka 36,41 persen dari produk domestik bruto (PDB).
Secara nominal, posisi utang pemerintah pusat mengalami peningkatan dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
Lonjakan utang ini disebabkan oleh pelemahan ekonomi akibat Covid-19 serta peningkatan kebutuhan pembiayaan untuk menangani masalah kesehatan dan pemulihan ekonomi nasional.
Secara umum struktur utang pemerintah didominasi oleh surat berharga negara (SBN) senilai Rp4.892,57 triliun. Komposisi kepemilikan SBN terdiri dari Rp3.629,04 triliun domestik dan valuta asing atau valas senilai Rp1.263,54 triliun.
Sementara itu, untuk utang dalam bentuk pinjaman sampai September 2020 telah mencapai Rp864,3 triliun. Penarikan utang dalam bentuk pinjaman ini didominasi oleh pinjaman asing baik yang sifatnya multilateral, bilateral maupun bank komersial dengan jumlah Rp852,97 triliun.
Sedangkan sisanya merupakan pinjaman yang ditarik oleh pemerintah dari dalam negeri senilai Rp11,32 triliun.
Baca Juga
Sejumlah pengamat telah mewanti-wanti pemerintah, pembengkakan utang di tengah rendahnya kinerja pemungutan pajak berpotensi menganggu kredibilitas anggaran. Pengamat pajak DDTC Bawono Kristiaji menyatakan bahwa peluang target APBN melebar dari outlook sangat besar.
"Faktor tekanan ekonomi sudah pasti jadi tantangan. Namun demikian, seiring dengan dinamika ekonomi yang masih belum pulih, shortfall tersebut bisa saja kian melebar," tukasnya.