Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

BKPM: Peringkat EoDB Indonesia 2021 Bisa Naik ke Urutan 60

Rencananya, Bank Dunia akan mengumumkan EoDB 2021 pada Oktober mendatang. Tahun lalu, Kemudahan berbisnis atau EoDB di Indonesia tetap berada pada peringkat ke-73 dalam laporan Doing Business 2020 yang dirilis oleh Bank Dunia pada Kamis (24/10/2019).
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia. Bisnis/Abdullah Azzam
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia. Bisnis/Abdullah Azzam

Bisnis.com, JAKARTA - Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia memperkirakan peringkat Ease of Doing Business (EoDB) Indonesia akan meningkat ke urutan 60.

"Untuk tahun ini, insyaallah kita perkirakan ada di urutan 60," ujar Bahlil dalam konferensi pers, Selasa (8/9/2020).

Dia optimistis target dari Presiden Jokowi untuk membawa EoDB Indonesia di peringkat 40 dalam tiga tahun ke depan dapat dicapai.

Menurutnya, hal tersebut bisa dicapai dengan kerja keras BKPM. Dalam kesempatan ini, Bahlil menjelaskan mengapa peringkat EoDB Indonesia sulit bergerak dari peringkat saat ini, meskipun pemerintah Indonesia sudah melakukan perbaikan-perbaikan.

"Memang sudah melakukan perbaikan, tetapi negara lain pun melakukan hal yang sama sehingga ketika kita melakukan perbaikan, yang lain juga. Akhirnya urutan Indonesia tidak berubah," katanya.

Rencananya, Bank Dunia akan mengumumkan EoDB 2021 pada Oktober mendatang. Tahun lalu, Kemudahan berbisnis atau EoDB di Indonesia tetap berada pada peringkat ke-73 dalam laporan Doing Business 2020 yang dirilis oleh Bank Dunia pada Kamis (24/10/2019).

Namun, Bank Dunia menyoroti masalah ketenagakerjaan. Bank Dunia melihat bahwa di antara ekonomi berpenghasilan menengah ke bawah di Asia Timur dan Pasifik, Indonesia adalah salah satu ekonomi peraturan ketenagakerjaan yang kaku, khususnya tentang perekrutan.

Sebuah penelitian menunjukkan bahwa perusahaan di negara berkembang kesulitan membayar upah minimum kepada pekerjanya karena rasio upah minimum terhadap pendapatan median terlalu tinggi dibandingkan dengan rasio di negara berpendapatan tinggi.

"Sebagai contoh, kenaikan 10% dalam upah minimum di Indonesia dikaitkan dengan penurunan 0,8% dalam penerimaan kerja rata-rata di provinsi tertentu," tulis laporan Bank Dunia tahun lalu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Hadijah Alaydrus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper