Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

BPOM Teliti 11 Produk Suplemen Obat Covid-19

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menyatakan sedang meneliti 11 produk immonumodulator dalam penanggulangan Covid-19. Adapun, saat ini penelitian tersebut telah sampai fase uji klinis terhadap manusia.
Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan dan Kosmetik BPOM Maya Gustina Andarini. /BPOm
Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan dan Kosmetik BPOM Maya Gustina Andarini. /BPOm

Bisnis.com, JAKARTA - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menyatakan sedang meneliti 11 produk immonumodulator dalam penanggulangan Covid-19. Adapun, saat ini penelitian tersebut telah sampai fase uji klinis terhadap manusia.

Secara singkat,immunomudulator adalah senyawa yang dapat meningkatkan efektivitas obat yang dikonsumsi sebelumnya. Dengan kata lain, pendampingan penelitian produk yang dilakukan BPOM bukan untuk menyembuhkan Covid-19, namun produk yang dapat meningkatkan efektivitas obat Covid-19.

"[Uji klinis] itu dilakukan di beberapa rumah sakit dan on top dengan obat [konvensional Covid-19]. Subjek penelitiannya adalah pasien Covid-19 yang stadiumnya ringan sampai sedang," ujar Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan dan Kosmetik BPOM Maya Gustina Andarini, Senin (10/8/2020).

Maya menyatakan sejauh ini obat herbal belum dapat berfungsi sebagai antiviral atau obat untuk penyakit yang disebabkan virus. Pasalnya, jumlah senyawa dalam obat herbal hingga ribuan, alhasil perlu penelitian lebih jauh lagi.

Sejauh ini, BPOM telah menerbitkan nomor izin edar (NIE) untuk 330 produk immunomodulator. Secara rinci, penerbitan NIE tersebut dibagi menjadi 178 produk jamu, 149 produk suplemen kesehatan, dan 3 produk fitofarmaka.

Di sisi lain, Maya mencatat ada peningkatan pendaftara NIE untuk produk supplemen kesehatan atau vitamin berbahan baku tanaman obat. Adapun, ada lonjakan pengajuan NIE sebesar 35 persen, sedangkan pendaftaran NIE untuk produk vitamin naik 236 persen.

"Sekarang industri farmasi hidupnya dari [produksi] suplemen [karena permintaan] industri farmasi drop. Orang menahan ke rumah sakit," katanya.

Maya menyampaikan tingginya permintaan produk vitamin di dalamnegeri membuat pabrikan farmasi menambah jam kerja menjadi 7 hari dengan 3 shift. Namun demikian, harga vitamin di pasaran masih tinggi atau sekitar 5-10 kali lipat dari harga jual pabrikan.

Maya menyampaikan tingginya harga tersebut disebabkan oleh spekulan yang menganggu arus distribusi vitamin nasional. Pasalnya, ganguan tersebut tidak mungkin datang dari sisi bahan baku lantaran volume tanaman obat di dalam negeri cukup tinggi.

"Itu bukan kehabisan, tapi ada spekulan. Itulah [alasan] ketergantungan impor [vitamin belum lama ini]," ucapnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Andi M. Arief
Editor : Fatkhul Maskur
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper