Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

REI Inginkan Pelonggaran Syarat Penghasilan Maksimum

Stimulus yang diberikan pemerintah belum sepenuhnya dapat meningkatkan pembelian properti.
Foto udara perumahan bersubsidi di Griya Panorama Cimanggung, Parakan Muncang, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, Minggu (8/3/2020). Organisasi Real Estate Indonesia (REI) menyatakan, kuota rumah subsidi yang disalurkan kepada Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) melalui program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Properti (FLPP) sebanyak 86.000 unit rumah diperkirakan akan habis pada April 2020. ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi
Foto udara perumahan bersubsidi di Griya Panorama Cimanggung, Parakan Muncang, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, Minggu (8/3/2020). Organisasi Real Estate Indonesia (REI) menyatakan, kuota rumah subsidi yang disalurkan kepada Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) melalui program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Properti (FLPP) sebanyak 86.000 unit rumah diperkirakan akan habis pada April 2020. ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi

Bisnis.com, JAKARTA — Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia meminta agar pemerintah melonggarkan syarat penghasilan maksimum bagi masyarakat berpenghasilan rendah untuk memiliki rumah subsidi.

Ketua Umum DPP Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (REI) Paulus Totok Lusida mengatakan bahwa stimulus yang diberikan pemerintah belum sepenuhnya dapat meningkatkan pembelian properti.

Di tengah kondisi saat ini diperlukan stimulus yakni relaksasi take home pay menjadi gaji pokok karena mempertimbangkan upah minimum regional di setiap provinsi.

Dalam keputusan Menteri PUPR disyaratkan bahwa kelompok sasaran rumah bersubsidi adalah masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dengan penghasilan Rp8 juta take home pay (THP).

"Bukan dari THP yang dihitung, melainkan dari pendapatan pokok saja karena tiap daerah berbeda living cost-nya sehingga tergantung karakteristik tiap daerah," ujarnya kepada Bisnis, Senin (3/8/2020).

Paulus menuturkan bahwa persyaratan yang ditentukan Kementerian PUPR seperti Sikasep dan Sikumbang harus lengkap dan secara ketat tanpa relaksasi.

"Salary maksimal take home pay Rp8 juta dan lain-lain ini berat. Kalau bank persyaratan acc [accord/persetujuan] kredit juga diketatin," tuturnya.

Paulus berharap untuk properti nonsubsidi perlu mendapatkan relaksasi mengingat kewajiban para pengembang tetap dijalankan.

"Kami berharap agar pemerintah dapat menerapkan kebijakan yang extraordinary khususnya bagi sektor properti. Beberapa relaksasi yang diperlukan untuk sektor perbankan, tenaga kerja, pajak, retribusi, perizinan, dan energi," katanya.

Selain itu, dia berharap adanya kemudahan persyaratan pemeriksaan pajak untuk membeli rumah baik rumah mewah maupun rumah menengah. Pasalnya, konsumen yang memiliki uang enggan membeli properti akibat pelacakan pajaknya.

"Orang takut beli rumah sekarang, terutama mereka yang enggak ikut tax amnesty karena pajaknya diperiksa. Mereka takut dilacak, salah satunya ya, itu ada konsumen yang beli rumah Rp300 juta, tapi dipanggil pajak, untuk ngeliat dapat dari mana uangnya dengan status pekerja," tutur Paulus.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Yanita Petriella
Editor : Zufrizal

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper