Bisnis.com, JAKARTA - PT Krakatau Steel (Persero) Tbk. menyatakan pihaknya akan fokus menggarap pasar domestik hingga akhir tahun.
Badan Pusat Statistik (BPS) mendata nilai ekspor besi dan baja selama semester I/2020 naik 35,04 persen menjadi US$4,56 miliar secara tahunan. Adapun, ekspor besi dan baja berkontribusi hingga 6,28 persen dari total ekspor nasional.
"Untuk fokus, kami sebaiknya fokus di dalam negeri karena [volume] impornya masih tinggi. [Baja] impor itu masih sekitar 7-8 juta ton per tahun," ujar Direktur Utama KS Silmy Karim dalam webinar "Sinergi Industri Nasional Dalam Membangun Industri Baja", Jumat (24/7/2020).
Silmy berujar pihaknya hanya mengalokasikan sekitar 10 persen dari total produksi perseroan untuk pasar global. Menurutnya, alokasi pasar ekspor tersebut hanya untuk menjaga konsumen global KS dan mengimbangi benchmark industri baja global.
Adapun, Silmy menyampaikan pihaknya memilih pasar domestik sebagai fokus utama dengan dasar hal tersebut dapat membantu neraca dagang industri baja nasional. Seperti diketahui, impor besi dan baja menempati urutan ketiga sebagai produk dengan nilai impor tertinggi beberapa tahun terakhir.
"Artinya, rupiah tidak ikut tertekan [kalau KS bantu mengurangi impor di pasar domestik]. Jadi, lebih bagus jaga pasar domestik," ucapnya.
Terpisah, Indonesia Iron and Steel Industry Association (IISIA) menyatakan peningkatan performa ekspor baja selama semester I/2020 bukan berasal dari industri baja hasil investasi lama.
"Kenaikan ekspor di industri logam itu sebenarnya didorong oleh produksi nikel yang ada di Morowali. Jadi, gambarannya dari sana, bukan yang existing," kata Wakil Ketua Umum IISIA Ismail Mandry kepada Bisnis belum lama ini.
Sebelumnya, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyatakan pertumbuhan ekspor tertinggi berasal dari komoditas besi baja. Hal tersebut disebabkan oleh perusahaan di Kawasan Industri Morowali dengan tujuan pasar utamanya ke China dan beberapa negara lainnya.
investasi di Kawasan Industri Morowali terus menunjukkan peningkatan, dari tahun 2017 sebesar US$3,4 miliar menjadi US$5 miliar sepanjang 2018. Jumlah penyerapan tenaga kerjanya pun terbilang sangat besar, mencapai 30.000 orang.
Kawasan Industri Morowali, Sulawesi Tengah, yang sudah berhasil melakukan hilirisasi terhadap nickel ore menjadi stainless steel. Dari kawasan terintegrasi ini mampu menyumbang nilai ekspornya sebesar US$4 miliar, baik itu pengapalan produk hot rolled coil maupun cold rolled coil ke Amerika Serikat dan China.