Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah diharapkan untuk meminimalisasi berbagai peraturan yang berpotensi menghambat kinerja ekspor, termasuk kewajiban penggunaan kapal nasional.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Joko Supriyono menilai kebijakan penggunaan kapal nasiona, di tengah melemahnya permintaan dunia terhadap minyak sawit (crude palm oil/CPO), berisiko membebani pelaku usaha.
"Kewajiban harus menggunakan kapal nasional, kalau bisa ditunda dulu agar tidak menjadi beban baru, karena ternyata tidak mudah menemukan kapal nasional untuk ekspor," kata Joko, Senin (15/6/2020).
Dia menuturkan dengan merebaknya pandemi Covid-19, terjadi distraksi pada permintaan dunia terhadap minyak sawit. Tercatat hingga April 2020, kinerja ekspor CPO yang mengalami pertumbuhan hanya terhadap India.
Kementerian Perdagangan mencatat sepanjang Januari-April 2020, ekspor CPO dan produk turunannya ke India mengalami pertumbuhan sebesar 11,2 persen menjadi 1,64 juta ton dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Jika dilihat dari segi nilainya, kinerja ekspor sawit juga meningkat 55,3 persen menjadi US$1,09 miliar.
Sementara itu, volume ekspor ke China anjlok sebesar 54,3 persen dari 1,93 juta ton pada 2019 menjadi hanya 879.000 ton pada 2020. Dari segi nilai, ekspor juga turun 48,5 persen dari US$966,1 juta menjadi US$497, 4 juta.
Baca Juga
Oleh karena itu, Joko menilai dalam kondisi pandemi seperti ini, Indonesia harus menjaga pasar-pasar besarnya, yakni India, Pakistan, Bangladesh dan China. Selain kewajiban penggunaan kapal nasional, kebijakan pelarangan overdimension and overload (ODOL) juga membuat biaya logistik yang mahal, sehingga produk sawit Indonesia kurang kompetitif dan berdaya saing.