Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kurva Belum Landai, Siapkah Indonesia Jalani Fase New Normal?

pemerintah diimbau untuk menjalankan protokol new normal secara hati-hati untuk mencegah terjadinya gelombang kasus baru Covid-19.
Warga menggunakan masker saat beraktivitas di luar ruangan di Jakarta, Selasa (7/4/2020). Bisnis/Himawan L Nugraha
Warga menggunakan masker saat beraktivitas di luar ruangan di Jakarta, Selasa (7/4/2020). Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah mempersiapkan berbagai aturan agar masyarakat dapat memasuki tatanan hidup baru atau new normal untuk menyikapi pandemi virus Corona (Covid-19).

Namun, apakah protokol new normal yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan sudah saatnya dilaksanakan? Pasalnya, kurva kasus positif Covid-19 belum menunjukkan tanda-tanda penurunan yang signifikan hingga saat ini.

Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Yusuf Rendy Manilet mengatakan secara nasional kurva kasus positif memang belum melandai (flatten). Namun, dia menuturkan beberapa provinsi, kabupaten, dan kota mulai menujukkan tren penurunan.

"Protokol New Normal yang dilakukan pemerintah merupakan jalan tengah untuk mencegah perekonomian terkontraksi lebih dalam pada tahun ini. Penurunan kurva di beberapa daerah mendorong pemerintah untuk melakukan pelonggaran [PSBB]," katanya ketika dikonfirmasi, Selasa (26/5/2020).

Berdasarkan data Gugus Tugas Covid-19, jumlah kasus positif pasa Selasa (26/5/2020) mencapai 23.165 orang setelah adanya penambahan 415 kasus baru positif Covid-19 dalam sehari.

Selain itu, ada penambahan kasus meninggal sebanyak 27 orang. Dengan demikian, hingga saat ini sudah ada 1.418 orang yang meninggal akibat virus SARS-CoV-2 di Indonesia. 

Di sisi lain, ada sebanyak 235 pasien yang dinyatakan sembuh. Dengan begitu, total ada 5.877 pasien yang telah sembuh. 

Dia menuturkan situasi saat ini akan menjadi patokan seberapa jauh pelonggaran pembatasan sosial berskala besar (PSBB) berdampak terhadap masyarakat, khususnya sektor ekonomi dan kedisplinan warga dalam mengikuti protokol new normal.

Meski demikian, Yusuf tak menampik kebijakan pelonggaran PSBB bukan tanpa risiko. Jika pemerintah tak hati-hati, imbuhnya, penerapan new normal justru berpotensi mendorong munculnya gelombang kasus baru (second wave) virus Corona.

Berkaca pada pengalamanan negara lain, seperti Korea Selatan, yang harus menghadapi second wave setelah melakukan pelonggaran.

Oleh karena itu, dia mengingatkan protokol new normal mutlak harus diikuti dengan kebijakan test swap/rapid test yang lebih masif dan pelacakan kontak pasien postif yang lebih baik.

"Pemerintah mencoba agar pertumbuhan ekonomi bisa setidaknya tumbuh positf hingga akhir tahun nanti. Meskipun, pertumbuhan ekonomi pada triwulan II/2020 bakal mengalami kontraksi sangat dalam," jelasnya.

Seperti diketahui, Kementerian Kesehatan telah menerbitkan protokol hidup normal baru (new normal), menghadapi pandemi Covid-19 yang tertuang dalam Keputusan Menkes No HK.01.07/MENKES/328/2020 tentang Panduan Pencegahan dan Pengendalian Covid-19 di Tempat Kerja Perkantoran dan Industri dalam Mendukung Keberlangsungan Usaha pada Situasi Pandemi.  

Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto mengatakan dunia usaha dan masyarakat pekerja memiliki kontribusi besar dalam memutus mata rantai penularan karena besarnya jumlah populasi pekerja dan mobilitas, serta interaksi penduduk yang disebabkan aktivitas bekerja.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper