Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Pengusaha Indonesia menyatakan bahwa pengembang hunian bersubsidi yang diperuntukkan kepada masyarakat berpenghasilan rendah paling rentan terkena dampak virus corona.
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Bidang Properti dan Kawasan Ekonomi Sanny Iskandar mengatakan bahwa arus kas perusahaan pengembang hunian untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) ini dikhawatirkan tidak cukup untuk bertahan.
"Dalam situasi saat ini, dunia usaha pengembang properti bervariasi dan kalau kita perhatikan yang ada di perusahaan MBR ini banyak, ini yang kita khawatirkan, bukan berarti yang non-MBR kita enggak khawatir, akan tetapi MBR ini lebih rentan terhadap cashflow-nya," ujar Sanny, Kamis (14/5/2020).
Dalam catatan Bisnis, banyak pengembang yang menggarap hunian MBR. Anggota Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (REI) tercatat 6.210 dan kurang lebih 5.200 di antaranya adalah pengembang menengah bawah yang bermain di perumahan bersubsidi. Belum lagi ditambah keanggotaan Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) dan Himpunan Pengembang Permukiman dan Perumahan Rakyat (Himperra), serta keanggotan pengembang hunian MBR lainnya.
Ketika melihat kondisi yang sulit ini, Sanny mengatakan bahwa salah satu upaya yang bisa membantu arus kas pengembang MBR adalah rekstrukturisasi kredit dan kebijakan yang tepat sasaran.
Apalagi, pada saat yang bersamaan kegiatan konstruksi maupun penjualan rumah menurun drastis. Belum lagi, perusahaan telah merumahkan karyawannya tanpa melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK). Apabila kondisi ini berlanjut, dampak PHK akan dialami perusahaan pengembang.
"Ini yang kita khawatirkan. Kami harap pemerintah beri perhatian ke para pengembang ini," katanya.
Sekretaris Apindo Eddy Hussy menambahkan bahwa pengembang MBR dapat dikatakan sama dengan usaha mikro, kecil, dan menengah. Pengembang yang membangun program sejuta rumah ini membutuhkan insentif dalan realisasi KPR yang saat ini masih mengalami kendala di lapangan.
"Apabila konsumen beli rumah ini prosesnya lambat atau kriteria ketat dari bank. Bank juga selektif dan menolak sehingga mereka [pengembang MBR] penjualannya terganggu. Oleh karena itu, saat Covid-19 ini harus adanya relaksasi khusus supaya betul-betul bisa KPR, rumah terjual, arus kas berputar, akan tetapi kenyatannya masih terbatas," katanya.