Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pemerintah Genjot Insentif pada Kuartal II, Apa Alasannya?

Perkiraan pertumbuhan ekonomi nasional kuartal I yang berada di level 4 persen dinilai tidak mencerminkan kuartal-kuartal setelahnya.
Pengemudi ojek daring menerima bantuan sembako dari Presiden Joko Widodo di Terminal Baranangsiang, Kota Bogor, Jawa Barat, Kamis (9/4/2020). Sebanyak 500 paket sembako dibagikan untuk warga yang terkena dampak ekonomi akibat wabah pandemi virus Corona (COVID-19) di Kota Bogor. ANTARA FOTO/Arif Firmansyah
Pengemudi ojek daring menerima bantuan sembako dari Presiden Joko Widodo di Terminal Baranangsiang, Kota Bogor, Jawa Barat, Kamis (9/4/2020). Sebanyak 500 paket sembako dibagikan untuk warga yang terkena dampak ekonomi akibat wabah pandemi virus Corona (COVID-19) di Kota Bogor. ANTARA FOTO/Arif Firmansyah

Bisnis.com, JAKARTA -- Pemerintah menggenjot berbagai insentif pada kuartal II tahun ini untuk mengurangi dampak pandemi corona (Covid-19).

Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan pertumbuhan ekonomi nasional pada kuartal I/2020 diperkirakan masih berada di kisaran 4,5 persen hingga 4,6 persen. Perkiraan ini berdasarkan konsumsi, investasi, dan kegiatan ekspor impor yang masih positif pada awal tahun.

"Namun, ini tidak mencerminkan tren ke depan, kuartal II dan III menentukan skenario berat atau sangat berat. Yang bisa dilakukan berikhtiar, makanya insentif pemerintah benar-benar dilancarkan pada kuartal II," ujarnya dalam live conference, Jumat (17/4/2020).

Insentif-insentif yang digenjot pada tiga bulan kedua tahun ini seperti bantuan sosial, bantuan langsung tunai, dan kartu prakerja, diharapkan bisa mengurangi dampak virus corona di masyarakat.

Sri Mulyani menambahkan pertumbuhan ekonomi pada kuartal II akan dipengaruhi oleh kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSSB) di beberapa wilayah. Selain itu, pengaruh ekonomi China juga sangat besar dampaknya terhadap ekonomi dalam negeri.

Pada kuartal I/2020, ekonomi China minus 6,8 persen dan tidak dipungkiri akan berpengaruh terhadap situasi ekonomi Indonesia. "Kita tidak bisa menafikkan dampaknya cukup signifikan ke ekonomi Indonesia, tetapi baseline tahun ini masih di kisaran 2,3 persen," jelasnya.

Sementara itu, IMF memprediksikan ekonomi Indonesia sebesar 0,5 persen sepanjang 2020. Menurut Menkeu, prediksi ini berdasarkan estimasi shock ke ekonomi Indonesia sangat besar.

Adapun, dengan skenario terburuk, pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa minus 0,5 persen. "Shock ini memukul dan kemampuan APBN tidak bisa menetralisir sendiri. Oleh karena itu OJK membantu dari relaksasi, BI melakukan step-in, dan lainnya," jelas Menkeu.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper