Bisnis.com, JAKARTA - Defisit anggaran yang diproyeksikan mencapai Rp853 triliun atau 5,07 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) membuat kebutuhan pembiayaan pemerintah pada tahun ini semakin bertambah.
Hal ini disampaikan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani secara virtual, Selasa (7/4/2020), Dia menyatakan pemerintah membuat peluang penambahan pembiayaan multilateral serta bilateral.
Secara lebih rinci, pembiayaan utang melalui surat berharga negara (SBN) secara neto diproyeksikan mencapai Rp549,6 triliun. Dengan ini, terdapat tambahan pembiayaan SBN hingga Rp160,2 triliun dibandingkan yang ditargetkan pada APBN 2020.
"Defisit dari APBN diperkirakan sebesar Rp307,2 triliun atau 1,76 persen dari PDB. Namun, proyeksinya defisit bisa 5,07 persen atau Rp853 triliun," paparnya.
Menurutnya, perhitungan defisit akann berubah secara dinamis dalam beberapa bulan mendatang. Namun, baseline hari ini penerimaan turun 10 persen, sedangkan belanja naik untuk memberikan dukungan kepada sektor kesehatan. Hal itu termasuk insentif bagi medical staf dan juga perluasan jaring pengaman sosial.
Belanja yang tinggi dari pemerintah bertujuan agar masyarakat bisa mendapatkan perlindungan dari langkah pembatasan kegiatan sosial ekonomi. Dengan belanja yang naik dan penerimaan negara melemah, maka defisit diperkirakan berkisar 5 persen.
"Ini akan kita jaga agar di bawah 5 persen, akan kita lihat dari bulan ke bulan untuk realokasi pada bulan ke depan. Pemda juga diminta melakukan adjustment APBD," imbuhnya.
Sri Mulyani mengatakan pelebaran defisit ini menyebabkan pemerintah untuk mulai berpikir mencari alternatif pembiayaan. Bagaimana membiayai defisit yang meningkat di tengah tekanan pada market.