Bisnis.com, JAKARTA - Pengamat bisnis properti berharap agar perbankan tidak sampai menurunkan porsi kredit sektor properti menyusul rencana koreksi target pertumbuhan kredit perbankan.
Hal ini lantaran perbankan seperti PT Bank Tabungan Negara (BTN) Tbk., mencatat kredit bermasalah atau non-performing loan (NPL) di sektor properti salah satunya berasal dari segmen komersial seperti apartemen.
Direktur Pusat Studi Properti Indonesia (SPSI) Panangian Simanungkalit melihat bahwa memang kredit bermasalah di bank BTN terjadi di subsektor komersial atau kredit konstruksi.
Kredit kontruksi itu yang diberikan kepada pengembang apartemen, perkantoran atau hotel alias di subsektor kredit yang bukan bisnis inti bank BTN.
"Bisnis intinya bank BTN, kan di KPR subsidi dengan kredit bermasalah hanya 1 persen," kata dia, Senin (16/3/2020).
Berdasarkan Statistik Perbankan Indonesia yang dirilis Otoritas Jasa Keuangan (OJK), NPL sektor kontruksi per Desember 2019 sebesar 3,55 persen. Adapun, Real Estat, Usaha Persewaan, dan Jasa Perusahaan mencapai 2,29 persen.
Baca Juga
Untuk mencegah kenaikan NPL, dia mengingatkan agar perbankan lebih selektif dalam penyaluran kredit properti. Lagi pula, BTN juga merupakan salah satu bank yang lini bisnisnya adalah penyaluran KPR bersubsidi, bukan komersial.
Sementara itu, subsektor komersial yang meliputi Kredit Pemilikan Apartemen (KPA) non-subsidi jelas-jelas bisa disebut bukan yang termasuk lini inti bisnis bank pelat merah seperti BTN.
"Jelas dong [selektif], apalagi memang bisinis intinya di sana. Di sektor KPR subsidi itu bank BTN sampai menguasai pasar sampai lebih dari 92 persen di Indonesia," ujarnya.
Dia menjelaskan bahwa rasio kredit macet di penyaluran subsidi BTN hanya sebesar 1 persen dari Rp111,13 triliun atau terendah dari seluruh kredit macet di Indonesia, sedangkan di subsektor KPR non-subsidi rasio kredit bank BTN hanya 3,7 persen dari jumlah kredit yang disalurkan sebesar Rp80,64 triliun
Founder Panangian School of Property itu menyatakan bahwa Bank BTN setidaknya menguasai pasar sekitar 16 persen untuk non-subsidi atau masih kalah dengan PT Bank Central Asia Tbk. (BCA) yang menguasai hampir 21 persen dengan rasio kredit macet hanya sekitar 2,5 persen.
Oleh sebab itu, dia mendorong agar BTN bisa lebih fokus pada bisnis inti di penyaluran kredit subsidi mengingat angka backlog perumahan juga masih tinggi.
"Kalau di kredit komersial seperti konstruksi untuk apartemen, perkantoran dan hotel, bank BTN kalah jauh, baik pengalaman, maupun besarnya modal untuk masuk jika dibandingkan dengan bank BCA, Mandiri dan BNI. Terbukti dari NPL [bank BTN] sampai 18 persen di zaman sekarang," ungkapnya.