Bisnis.com, JAKARTA - Lembaga pemeringkat Standard & Poor's (S&P) menurunkan peringkat utang Oceanwide Holding Co. Ltd., pembangunan sejumlah proyek PLTU kini nasibnya dipertanyakan.
Adapun S&P menurunkan peringkat utang Oceanwide Holding menjadi CCC- dari peringkat sebelumnya CCC. Dengan asumsi tersebut, Oceanwide Holding berpotensi tidak mampu membayar utang sebesar US$680 juta yang akan jatuh tempo dalam waktu dekat.
Elrika Hamdi, Energy Finance Analyst di International Energy Economics and Financial Analysis (IEEFA), menyatakan penurunan peringkat Oceanwide hal tersebut harus menjadi perhatian serius untuk PT Perusahaan Listrik Negara (Persero).
Pasalnya, Oceanwide Holding pada saat ini menjadi pengembang (IPP) atas dua pembangkit listrik tenaga batu bara yang terdaftar dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL).
Kedua PLTU itu yakni PLTU Sumut-1 dengan kapasitas 2x150 MW dan PLTU Banyuasin 2x120MW di Sumatra selatan. Kedua PLTU tersebut terdaftar sebagai tahap pengerjaan di dalam RUPTL 2019 terakhir.
Elrika menuturkan, Oceanwide dikatakan sedang berusaha menjual aset mereka secara besar-besaran, terutama aset-aset properti mereka, untuk menutupi masalah utang dan likuiditas perusahaan tersebut.
Baca Juga
"Namun telah terjadi penundaan penjualan aset dengan adanya pandemi COVID-19 ini, dan jika penundaan aset terus berlanjut,” katanya dalam keterangan resmi yang dikutip Bisnis, Sabtu (7/3/2020).
Elrika menjelaskan, pada 2008 proyek PLTU Mulut Tambang Banyuasin diklaim dimiliki oleh PT Truba Alam Manunggal Engineering Tbk. (TRUB). Namun terjadi masalah keuangan dalam perseroan tersebut mulai 2013 dan TRUB akhirnya delisting dari Bursa Efek Indonesia pada September 2018.
PLTU MT Banyuasin kemudian diketahui muncul dalam website Oceanwide Holding di bulan April 2015 . Laman itu mencantumkan bahwa proyek tersebut merupakan proyek joint venture antara Oceanwide Holding melalui anak usahanya yang tercatat di Bursa Hongkong, yaitu Oceanwide 715 HK dengan komposisi kepemilikan 85 persen.
Sementara itu, sisanya dimiliki oleh China Power Construction Group dengan porsi 5 persen melalui anak usahanya Shanghai Electric Power Construction Co Ltd (SPEC).
Sementara itu dalam proyek tersebut terdapat satu mitra asal Indonesia yakni PT Satya Abadi Semesta dengan menggenggam kepemilikan saham sebesar 10 persen. Pada 21 Desember 2015, menyatakan telah menandatangani PPA dengan PLN.
Oceanwide 715 HK dalam laporan keuangannya 2015 lalu menyebutkan telah menggelontorkan investasi sebesar US$39,5 juta melalui SPEC untuk tujuan pembelian peralatan pembangunan PLTU Banyuasin.