Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah sedang membahas relaksasi pengenaan PPh Pasal 22 Impor dalam rangka menangkal dampak dari virus Corona.
Ketika ditanya, Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto masih enggan menjabarkan lebih lanjut mengenai kebijakan tersebut.
"Lagi dibahas, teknisnya nanti akan kita umumkan. Sekarang sedang dibahas," ujar Airlangga, Kamis (5/3/2020).
Airlangga menerangkan bahwa krisis ekonomi yang muncul akibat wabah virus Corona memiliki karakteristik yang berbeda dibandingkan dengan krisis ekonomi yang terjadi sebelumnya.
Menurutnya, belum ada krisis ekonomi yang menyebabkan produksi terganggu. "Ini untuk pertama kalinya terganggu karena China selaku global supply chain itu kontribusinya 30 persen dari perekonomian global," kata Airlangga.
Meski demikian Airlangga mengatakan Indonesia kali ini memiliki momentum yang bagus dan bisa dimanfaatkan ke depan.
Pasalnya, Purchasing Managers' Index (PMI) Manufaktur Indonesia akhirnya meningkat ke angka 51,2 setelah terus tertahan pada skor di bawah 50 sepanjang semester II/2019 dan Januari 2020.
"Seluruh negara selain Indonesia saat ini deep dive. China, Vietnam, Hong Kong, Jepang PMI Manufaktur-nya di bawah 50. Momentum ini mau dipakai oleh Presiden untuk mendorong ekspor impor," ujar Airlangga.
Sebelumnya, pemerintah juga telah berkomitmen untuk mempermudah proses perizinan untuk mempercepat impor bahan baku.
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan bbakal segera berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan untuk merumuskan kebijakan teknis percepatan impor.
Direktur Jenderal Bea dan Cukai Heru Pambudi mengatakan kemudahan perizinan impor dalam rangka menangkal dampak wabah virus corona diberikan kepada importir yang terdaftar sebagai AEO dan mitra utama. Heru menerangkan bahwa selama ini importir AEO dan mitra utama baru mendapatkan kemudahan dari sisi clearance. Nantinya, kemudahan juga akan diberikan dari sisi pre-clearance.
Untuk sementara, kebijakan percepatan preclearance impor ini akan diberikan terhadap barang larangan terbatas (lartas). Harapannya, dengan kebijakan ini 35 persen dari kebutuhan barang impor dan lebih dari 40 persen dari kebutuhan impor bahan baku dapat segera terpenuhi.