Bisnis.com, JAKARTA - Gabungan Pengusaha Jamu (GP) Jamu menyebut masih sedikit perusahaan yang mendapatkan sertifikasi cara pembuatan obat tradisional yang baik (CPOTB). Namun demikian, meningkatnya minat ekspor oleh pabrikan jamu kecil dinilai dapat menggenjot pemilikan sertifikat CPOTB tersebut.
Ketua Umum GP Jamu Dwi Ranny Pertiwi mengatakan baru sekitar 40 persen anggota yang baru mendapatkan sertifikasi CPOTB. Adapun, Ranny mencatat jumlah anggota pada akhir tahun lalu mencapai 900 unit pabrik jamu.
"Untuk full CPOTB butuh biaya besar karena harus merubah bangunan," katanya kepada Bisnis, Rabu (4/3/2020).
Ranny menambahkan mismatch antara tingginya biaya CPOTB dan tingginya minat ekspor industri jamu membuat asosiasi meminta pembentukan jenjang CPOTB pada Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Alhasil, BPOM membagi tiga jenjang CPOTB bagi industri jamu dalam bentuk sertifikat.
Di sisi lain, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) juga berencana memberikan insentif berupa jasa konsultasi penyelesaian sertifikasi CPOTB bagi industri kecil. GP Jamu mencatat Kemenperin memberikan konsultasi sertifikasiCPOTB pada 30 unit industri jamu.
"Itu biayanya Rp100 juta per pabrik kalau pakai konsultan [biasa]. Tahun ini, [pabrikan jamu] bisa mengajukan lagi, tapi itu diseleksi," ucapnya.
Baca Juga
Sebelumnya, Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil (IKFT) Kemenperin Muhammad Khayam mengatakan Kemenperin telah melakukan pembinaan kepada industri obat tradisional untuk memenuhi standar good manufacturing process (GMP) atau cara membuat obat tradisional yang baik (CPOTB).
Namun, Khayam menilai ke depan, peran riset dan pengembangan untuk inovasi produk atas bahan baku yang tersedia di tanah air akan menjadi prioritas. Peran lembaga riset dan perguruan tinggi, sambung dia, juga harus ikut serta meningkatkan pengembangan industri tradisional tersebut.
"Sejalan dengan terbukanya pasar, kebutuhan inovasi menjadi bagian pengembangan industri obat tradisional ini," ujarnya
Khayam mendata saat ini sudah ada lebih dari 1.200 pelaku industri jamu. Dari jumlah itu, sekitar 129 pelaku usaha masuk dalam kategori industri obat tradisional (IOT).
Selebihnya, jelas Khayam, merupakan industri berskala usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) yang terklasifikasi menjadi Usaha Menengah Obat Tradisional (UMOT) dan Usaha Kecil Obat Tradisional (UKOT).