Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Tak Lagi Jadi Negara Berkembang, Ekonom: Ekspor RI Bisa Terdampak Negatif

Dengan dihapusnya status negara berkembang, maka Indonesia tidak lagi dapat menikmati perlakuan khusus (Special Differential Treatment) dari AS. Alhasil, barang ekspor Indonesia ke AS akan menerima bea masuk lebih tinggi.
Seseorang mengenakan kostum Kelinci Paskah terlihat ketika Presiden AS Donald Trump menghadiri Egg Roll 2019 Gedung Putih di Washington, AS, 22 April 2019./Reuters
Seseorang mengenakan kostum Kelinci Paskah terlihat ketika Presiden AS Donald Trump menghadiri Egg Roll 2019 Gedung Putih di Washington, AS, 22 April 2019./Reuters

Bisnis.com, JAKARTA - Keputusan Amerika Serikat (AS) untuk menaikkan status Indonesia dari negara berkembang menjadi negara maju akan berdampak negatif pada kinerja ekspor dalam negeri tahun ini.

Pasalnya, kenaikan status ini akan membuat Indonesia tidak lagi dapat menikmati perlakuan khusus (Special Differential Treatment) dari AS berdasarkan standar-standar yang ditetapkan oleh World Trade Organization (WTO).

Peneliti Ekonomi Universitas Kebangsaan RI Eric Sugandi menilai AS melihat bahwa status negara berkembang membuat produk-produk Indonesia tidak bersaing dengan adil dengan produk-produk AS di pasar domestik AS.

Dengan perubahan status ini, AS bisa menerapkan tarif impor yang lebih tinggi untuk produk-produk ekspor Indonesia tersebut.

"Kebijakan ini bisa berdampak negatif pada kinerja ekspor Indonesia pada tahun ini, bersamaan dengan resiko turunnya ekspor Indonesia ke RRT, Jepang, dan Singapura akibat virus corona," papar Eric, Senin (24/2/2020).

Sebelumnya, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan Indonesia tidak perlu khawatir dengan kebijakan AS tersebut.

Kepala Ekonom PT Bank Mandiri Tbk. Andry Asmoro mengungkapkan pihaknya kebijakan ini bisa memperburuk posisi neraca perdagangan Indonesia, sehingga memperbesar defisit neraca berjalan (CAD).

"Meskipun penerapannya masih di awang-awang, hal itu dapat membuat barang-barang ekspor Indonesia ke AS akan dikenakan tarif yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan barang-barang yang diekspor dari negara-negara berkembang lainnya.

Pada 2019, Indonesia mencatat surplus perdagangan hingga US$9,6 miliar dengan AS. Dengan adanya sentimen ini dan wabah virus corona, Andry memperkirakan defisit transaksi berjalan pada 2020 dapat melebar menjadi 2,88 persen dari 2,72 persen pada 2019 lalu.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Hadijah Alaydrus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper